Pria Mengaku Bersalah Bagikan Live Serangan Christchurch

Pria tersebut berusia 18 tahun saat membagikan video penembakan Christchurch.

AP Photo/Mark Baker
Pria Mengaku Bersalah Bagikan Live Serangan Christchurch. Masjid Al Noor, tempat 42 orang tewas dalam serangan teroris terburuk di Selandia Baru.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Seorang pria mengaku bersalah karena telah mengunggah ulang (reposting) siaran langsung serangan masjid Christchurch di media sosial Facebook. Pria ini mengaku bersalah di Pengadilan Distrik Christchurch.

Baca Juga


Dilansir di NZ Herald, Rabu (19/8), pria yang namanya dirahasiakan ini diketahui berusia 18 tahun saat membagikan video tersebut. Melalui tautan video, ia mengaku bersalah atas kepemilikan materi yang tidak pantas.

Tak hanya itu, ia juga bersalah atas tindakan tidak senonoh pada anak berusia 12 tahun. Ia lantas ditahan dan akan muncul kembali di pengadilan untuk pembacaan vonis pada 26 November.

Hakim John Brandts-Giesen mengatakan kerahasiaan nama akan terus berlanjut sampai dia muncul secara pribadi di pengadilan. Hakim juga mengatakan pria ini dikenai tiga tuduhan hukum.

Sementara itu, Brenton Tarrant, yang mengaku bersalah membunuh 51 orang dalam serangan teroris masjid Christchurch, dijadwalkan akan dijatuhi hukuman pada 24 Agustus. Video penembakan di dua masjid Christchurch, Selandia Baru pada 15 Maret lalu, awalnya disiarkan secara langsung oleh pelaku di akun Facebook pribadinya. Serangan brutal yang dilakukan pembela supremasi kulit putih itu juga melukai lebih dari 40 orang.

Siaran langsung ini dengan cepat tersebar luas ke seluruh dunia. Dalam beberapa jam, Facebook menghapus tayangan tersebut, namun telanjur dibagikan oleh banyak pihak ke platform lain.

Setidaknya delapan situs diketahui masih menayangkan video penembakan di dua masjid Christchurch tersebut. Sebelumnya, Komisioner Organisasi Keamanan Siber Australia eSafety, Julie Inmant Grant, mengatakan sebagian besar delapan situs itu sudah menghapus link video dari laman mereka.

Namun aksi ini terhitung terlambat. "Kami tidak bisa membiarkan tayangan keji ini digunakan untuk mengampanyekan, menghasut, atau menginstruksikan tindakan terorisme lebih lanjut," kata Grant. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler