In Picture: Demo Omnibus Law, Lalu Lintas di Kawasan DPR Direkayasa

Buruh demo tolak Omnibus Law di depan gedung DPR dan kantor Menko Perekonomian.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (tengah) memasuki ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Jakarta, Jum

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Rep: Eva Rianti Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (25/8), yang bakal dihadiri ribuan orang kemungkinan menimbulkan kemacetan. Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya telah menyiapkan rekayasa lalu lintas untuk mengurai kemacetan akibat aksi unjuk rasa tersebut.

Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo, mengatakan, sebanyak 232 personel Ditlantas Polda Metro Jaya dikerahkan untuk melakukan pengamanan dan pengaturan arus lalu lintas di sekitar lokasi aksi. Rekayasa lalu lintas tersebut, bersifat situasional.

"Penutupan disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat pengamanan. Cara bertindak, pengamanan kamseltibcar Lantas (keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas), pengamanan masa unjuk rasa, dan pengguna jalan lain," ujar Sambodo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (25/8).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, puluhan ribu buruh akan menggelar aksi unjuk rasa di kantor Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan DPR RI pada Selasa. Dalam aksinya, buruh akan mengusung dua tuntutan, yakni tolak Omnibus Law dan tolak pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak dari Covid-19.

“Sampai saat ini kami belum melihat apa strategi pemerintah dan DPR untuk menghindari PHK besar-besaran akibat Covid-19 dan resesi ekonomi. Mereka seolah-olah tutup mata dengan adanya ancaman PHK yang sudah di depan mata, tetapi yang dilakukan justru ngebut membahas Omnibus Law,” ujar Said dalam keterangan tertulis.

Said mengatakan, pihaknya menilai Omnibus Law akan merugikan buruh. Di antaranya lantaran aturan itu menghapus upah minimum dan memberlakukan upah per jam di bawah upah minimum, serta memberlakukan waktu kerja yang eksploitatif.

Tak hanya itu, lanjut Said, Omnibus Law juga akan mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA) buruh kasar di Indonesia tanpa izin tertulis menteri, mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup, serta mudahnya PHK yang sewenang wenang.

Oleh sebab itu, jelas Said, KSPI meminta agar pembahasan Omnibus Law dihentikan. Selanjutnya pemerintah dan DPR fokus menyelesaikan permasalahan yang terjadi sebagai dampak Covid-19.

Said mengatakan, aksi tersebut akan diikuti oleh puluhan ribu buruh di DPR RI dan ribuan buruh di kantor Menko Perekonomian. Selain di Jakarta, aksi kali ini juga dilakukan serentak di 20 provinsi pada hari yang sama dengan mengusung isu yang serupa.

“Beberapa provinsi yang akan melakukan aksi antara lain, Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Banten di Serang, Jawa Tengah di Semarang, Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya,” tutur Said. 


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler