Kementan Jaga Pasokan dan Harga Ayam Tingkat Peternak Stabil
Kementan buat kebijakan pengendalian suplai untuk jaga harga ayam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian RI (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) tengah mengupayakan langkah stabilisasi pasokan dan harga ayam di tingkat peternak berangsur mengalami kenaikan dan stabil.
Kementan mencermati harga ayam hidup (livebird/LB) di Pulau Jawa sejak memasuki Agustus 2020 mengalami penurunan dan per tanggal 29 Agustus 2020 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Ditjen PKH mencatat informasi harga dari laporan PIP (Petugas Informasi Pasar) menyebutkan di Pulau Jawa rata-rata Rp 13.357 per kg. Harga LB terendah terjadi di Provinsi Jawa Tengah yaitu Rp 11.500 per kg, diikuti Provinsi Jawa Timur Rp 12 ribu per kg, Provinsi Jawa Barat Rp 12.333 per kg, Provinsi Banten Rp 13.500 per kg dan harga LB tertinggi terjadi di Provinsi DIY yaitu Rp. 13.667 per kg.
Kendati demikian, Direktur Jenderal PKH Nasrullah menyebut harga LB di regional Sumatera, Bali Nusra, Sulawesi dan Papua berkisar Rp.19.241-35.000/kg dan berada di atas harga acuan Permendag No. 7 tahun 2020. Lebih lanjut Nasrullah merinci secara spasial harga LB melemah sejak akhir Juli lalu terjadi di Pulau Jawa dan Kalimantan yang berada di bawah harga acuan.
Dari aspek supply, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Sugiono menambahkan bahwa potensi produksi livebird sejak Agustus-Desember 2020 tumbuh 8,01 persen dengan rataan tiap bulan sebanyak 259,4 juta ekor atau setara daging ayam sebanyak 304,3 ribu ton. Sementara kebutuhannya sebanyak 137,7 juta ekor atau setara daging ayam sebanyak 161,5 ribu ton sehingga potensi surplus masih terlalu tinggi sebesar 88,44% rata-rata per bulan sebanyak 121,7 juta ekor atau setara daging ayam sebanyak 142,8 ribu ton.
Mencermati tinggi potensi surplus LB tersebut, maka Dirjen PKH Nasrullah mengatakan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH No. 09246T/SE/PK/230./F/08/2020 Tentang Pengurangan DOC FS Melalui Cutting Hatching Egg (HE) Umur 18 Hari, Penyesuaian Setting HE dan Afkir Dini Parent Stock (PS) Tahun 2020.
SE dimaksud memberikan arah kebijakan pengendalian supply Final Stock (FS) melalui pengurangan DOC FS dengan cara cutting HE umur 18 hari sebanyak 7 juta butir per pekan. Pengurangan DOC tersebut juga dilakukan melalui pembatasan jumlah setting HE dengan target sebanyak 7,5 juta butir per pekan dan akan berdampak mengurangi supply DOC FS di bulan September-Oktober 2020. Kemudian lebih lanjut Nasrullah menjelaskan bahwa SE dimaksud juga mewajibkan perusahaan pembibit melakukan afkir dini PS umur lebih dari 50 minggu yang akan berdampak pada pengurangan supply LB dibulan November-Desember 2020.
Untuk mengawal pelaksanaan SE dimaksud, dilakukan pengawasan oleh Tim Fungsional Ditjen PKH, Satgas Pangan POLRI, Petugas Dinas Prov/Kab/Kota yang ditunjuk oleh Kepala Dinas, perusahaan pembibit (cross monitoring) dan asosiasi perunggasan."Di dalam SE Dirjen PKH juga menyebutkan kewajiban penyerapan LB dari internal dan eksternal perusahaan pembibit berdasarkan market share," ungkap Nasrullah.
Implikasi diterbitkannya SE Dirjen PKH ini diharapkan secara langsung berdampak pada peningkatan pemotongan LB di RPHU dan sekaligus penyimpanan di cold storage. Sehingga nantinya bisa mengurangi supply LB di pasar becek dan secara bertahap berpengaruh terhadap kenaikan harga LB di tingkat peternak.
"Pengawasan pemotongan livebird juga terus dilakukan. Pengawasan ini dikoordinir oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)," tutur Nasrullah.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk membenahi sektor perunggasan nasional dan stabilisasi harga LB di tingkat peternak. Hal ini demi keberlanjutan usaha peternakan rakyat.
"Kami upayakan stabilitas perunggasan nasional ini utamanya untuk keberlanjutan usaha dan kesejahteraan peternak. Pemerintah juga akan mendengarkan usulan berbagai pihak," ujar Menteri SYL.