Inggris Alokasi Dana Hampir Rp 10 Triliun untuk Tes Covid-19

Tes massal Covid-19 di Inggris akan dilakukan jelang akhir tahun.

EPA-EFE/FACUNDO ARRIZABALAGA
Seorang pekerja membersihkan air mancur dari alun-alun Trafalgar di London, Inggris, Senin (11/5). Setelah berminggu-minggu penerapan masa lockdown sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19, Boris Johnson menetapkan rencana untuk membuka kembali masa lockdown di Inggris pada 10 Mei 2020..
Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris menyediakan dana 500 juta poundsterling atau sekitar Rp 9,86 triliun untuk percobaan tes cepat Covid-19. Hal itu diungkap kementerian kesehatan pada Kamis (3/9).

Baca Juga


Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan dia berharap pengujian massal tes Covid-19 yang lebih cepat dapat diluncurkan menjelang akhir tahun. Ia mengatakan hal itu adalah kunci untuk memulihkan kebebasan setelah penerapan pembatasan selama berbulan-bulan karena Covid-19.

Dana tersebut akan digunakan untuk memperluas percobaan uji air liur yang ada dan uji cepat selama 20 menit di Inggris selatan. Sementara uji coba komunitas baru di Salford, Inggris barat laut, akan menilai manfaat uji populasi.

Dalam uji populasi orang-orang dites secara teratur. terlepas dari apakah mereka memiliki gejala, sehingga setiap kasus dapat diketahui sebelum menyebar luas.

"Tes baru inovatif yang cepat, akurat, dan lebih mudah digunakan akan memaksimalkan dampak dan skala pengujian, membantu kami kembali ke cara hidup yang lebih normal," kata Hancock.

Saat ini, menurut saran layanan kesehatan resmi, warga dapat menjalani tes Covid-19 jika memiliki gejala, meskipun tes yang lebih rutin tersedia untuk profesi tertentu, seperti petugas perawatan. Orang-orang yang dihubungi oleh layanan kesehatan di Inggris harus mengisolasi diri selama 14 hari jika mereka baru-baru ini melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19

Demikian pula, pelancong dari negara tertentu harus menjalani isolasi diri selama 14 hari. Hal itu dilakukan karena karena tes negatif tidak dapat menghalangi kemungkinan warga mendapatkan gejala di kemudian hari selama masa karantina, kata pejabat kesehatan.

"Teknologi dan metode pengujian baru sangat penting untuk menjaga sistem terus berkembang dan meningkat, terutama karena kami menilai bagaimana pengujian rutin dapat membantu menemukan kasus virus lebih awal," kata Dido Harding, yang menjalankan skema Uji dan Lacak.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler