Pengusaha Hotel Kejar Peningkatan Okupansi di Hari Kerja
Peningkatan okupansi hotel baru terjadi pada hari libur.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mulai mengejar peningkatan okupansi pada hari kerja. Pengusaha mengharapkan pemerintah mulai meningkatkan kegiatan pertemuan di hotel sembari menunggu pulihnya kepercayaan para wisatawan.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, mengatakan, kontraksi pertumbuhan ekonomi di sektor pariwisata akan terjadi selama pemerintah belum meningkatkan kegiatan di hari kerja. Sebab, kegiatan dinas pemerintah punya peran penting dalam mengisi okupansi hotel.
Maulana mengatakan, peningkatan okupansi hotel baru terjadi pada hari libur, terutama ketika ada libur panjang hingga 3 hari di akhir pekan. Namun, lantaran waktu yang amat singkat, perlu adanya kenaikan okupansi pada hari kerja.
"Saat liburan hotel bisa naikkan okupansi meskipun masih sangat kecil kenaikannya. Weekend itu untuk orang berwisata, tapi kalau weekdays itu business trip dan itu mengandalkan aktivitas domestik," kata dia.
Maulana menuturkan, di masa pandemi, kepercayaan masyarakat untuk berwisata berkurang drastis karena takut akan penyebaran Covid-19. Karena itu, hotel dan restoran juga harus berhati-hati dalam mengambil strategi bisnis. Strategi yang harus diambil bukan sebatas memberikan harga murah karena saat ini harga sudah dibuat rendah.
Lebih lanjut, ia menambahkan, pada intinya sektor pariwisata khususnya hotel dan restoran adalah sektor yang membutuhkan pergerakan orang secara langsung. Berbeda dengan perdagangan yang bisa dilakukan secara online. Itu sebabnya, kata dia, PHRI telah menyampaikan semua aspirasinya kepada pemerintah dalam langkah penyelamatan industri hotel dan restoran.
Soal lonjakan kasus Covid-19 yang berdampak pada pembatasan aktivitas kembali di sejumlah daerah, Maulana mengatakan hal itu tergantung penerapan protokol kesehatan. Pemerintah, kata dia, seharusnya bisa mengawasi protokol tersebut khususnya untuk pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Bahkan, bila perlu disertai sanksi tegas karena sudah ada regulasi dari pemerintah pusat.
"Ini suatu kegiatan baru yang tidak umum tapi memang harus dilakukan. Tentu harus sosialisasi terus dan pengawasan yang masif," ujarnya.