Virus Corona Bisa Bertahan Selama Sepekan di Salmon Beku

Adanya virus corona di salmon beku dikhawatirkan jadi sumber penularan internasional.

AP
Potongan ikan salmon. Sebuah studi yang belum ditinjau sejawat menemukan bahwa virus corona dapat bertahan hidup di salmon beku selama sepekan.
Rep: Febryan A Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim peneliti China menemukan virus corona, yang menyebabkan penyakit Covid-19, bisa bertahan lebih dari sepekan di permukaan ikan salmon segar yang bekukan. Implikasinya, salmon bisa menjadi salah satu sumber penularan internasional.

Dengan melakukan eksperimen, tim peneliti menemukan bahwa virus tersebut tetap bisa menular kendati salmon telah disimpan selama delapan hari pada suhu empat derajat Celcius. Sedangkan pada suhu 25 derajat Celcius alias suhu kamar biasa, virus bisa bertahan selama dua hari.

Mengutip laporan South China Morning Post, Rabu (9/9), disebutkan bahwa salmon biasanya disimpan pada suhu empat derajat Celsius ketika di pasar, restoran, dan selama pengangkutan. Umur virus pun bertambah enam hari.

Salmon berkualitas tinggi dapat dipindahkan ke seluruh dunia dalam hitungan hari. Misalnya, otoritas penangkapan ikan Chile mengatakan, tahun lalu mereka mengirim salmon ke Shanghai dalam tempo dua setengah hari saja.  China diketahui mengimpor antara 40 ribu hingga 100 ribu ton ikan per tahun sebelum pandemi Covid-19.

“Dalam kondisi seperti itu, ikan yang terkontaminasi (virus corona) dari satu negara dapat dengan mudah diangkut ke negara lain dalam waktu satu pekan, sehingga menjadi salah satu sumber penularan internasional,” kata Dr Dai Manman, pemimpin tim penelitan tersebut, dalam makalah yang belum ditinjau sejawat yang diterbitkan di biorxiv.org pada Senin (7/9).

Manman pun menyarankan agar dilakukan pemeriksaan ketat sebelum dilakukannya proses impor-ekspor ikan. "Temuan ini mendorong adanya pemeriksaan atau deteksi ketat (virus corona) sebagai protokol baru yang penting dalam impor dan ekspor ikan sebelum mengizinkan penjualan," ucapnya.

Baca Juga


Penelitan ini diawasi oleh ahli virologi Universitas Fudan, Jiang Shibo, konsultan editorial untuk jurnal The Lancet. Profesor Liao Ming, direktur laboratorium pencegahan dan pengendalian penyakit hewan di Kementerian Pertanian, juga salah satu penulis studi tersebut.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler