PSBB Total, Risiko Gagal Bayar Debitur akan Meningkat

PSBB total menyebabkan kontraksi kredit, khususnya modal kerja dan konsumsi.

Republika/Thoudy Badai
Sejumlah wisatawan beraktivitas di kawasan Kali Besar Kota Tua di Jakarta, Ahad (30/8). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 14 September 2020.
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Adapun PSBB awal diberlakukan mulai 14 September 2020. 


Melihat kondisi tersebut, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai tren penyaluran kredit diperkirakan akan negatif sampai akhir tahun. Data uang beredar Bank Indonesia per Juli 2020 menunjukkan penyaluran kredit perbankan tumbuh satu persen.

“Ini pada saat pelonggaran PSBB dilakukan, jika PSBB diberlakukan dengan lebih ketat maka akan menyebabkan kontraksi kredit khususnya kredit modal kerja dan kredit konsumsi,” ujar Ekonom INDEF Bhima Yudhistira ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/9).

Bahkan, menurutnya, risiko gagal bayar debitur juga meningkat khususnya sektor ritel, transportasi, perhotelan dan restoran. Hal ini membuat bank berjaga-jaga menyalurkan kredit. 

“Likuiditas bank buku 3 dan 4 justru akan berlimpah karena deposan kakap akan alihkan dana ke bank yang modalnya lebih besar. Tapi situasi ini merugikan bank bank kecil karena kehilangan deposan kakap,” ucapnya.

Sementara PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk meyakini pertumbuhan kredit masih mampu tumbuh sebesar empat persen pada tahun ini. Hal ini mulai tampak dari momentum permintaan kredit subsidi pada kuartal ketiga tahun ini, serta upaya pemasaran dengan memanfaatkan expo virtual BTN.

Direktur Utama BTN Pahala Nugraha Mansury mengatakan ekonomi pada paruh kedua tahun ini menjadi penentu kinerja fungsi intermediasi termasuk penyaluran kredit kepemilikan rumah. Namun, perseroan telah mulai melihat ada peningkatan permintaan, serta difasilitasi dengan program dan penawaran yang menarik bagi debitur.

"Penyaluran KPR bersubsidi Juli Agustus 2020 sudah lebih baik dibandingkan dengan Januari 2020. Angka penyalurannya bahkan sudah melebihi Rp1,2 triliun dan akan terus kami coba tingkatkan lagi. Jadi harapan kami, kredit masih bisa tumbuh 4 persen," ucapnya.

Dia menyebutkan perseroan sudah mendapat tambahan stimulus kedua melalui program Subsidi Selisih Bunga (SSB) khusus sekitar 146 ribu. Perseroan juga memiliki program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang dapat menyasar debitur berpendapatan tidak tetap.

“Perseroan juga masih memiliki program KPR virtual expo yang diharapkan mampu membuat rencana kepemilikan rumah banyak kaum milenial dapat terwujud,” ucapnya.

Adapun baki KPR secara industri pada Juni 2020 sebesar Rp 482,03 triliun atau naik dari periode sama tahun lalu Rp 465,90 triliun. Kemudian rasio kredit bermasalah KPR pada paruh pertama tahun ini sebesar 3,20 persen atau naik dari periode sama tahun lalu 2,69 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler