Berbicara Agama tanpa Guru, Habib: Ingat Islam Agama Sanad

Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengingatkan bicara agama harus dengan sanad.

Republika/Putra M. Akbar
Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengingatkan bicara agama harus dengan sanad. Ilustrasi belajar agama
Rep: Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Alquran yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia.

Baca Juga


Selain Alquran, banyak juga hadits Nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi, mengatakan, di dalam Alquran, kata ilmu dan kata-kata turunannya digunakan lebih dari 780 kali. 

"Ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Alquran sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam," kata Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi saat menyampaikan pesan hikmahnya tentang "Ilmu dan Sanad", Jumat (11/9). 

Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, ayat yang berkaitan dengan ilmu yang pertama kali diturunkan, yakni surat al-‘Alaq [96] ayat 1-5 antara lain berisi perintah membaca dan menulis dalam arti seluas-luasnya.  

Membaca secara harfiah berarti mengumpulkan informasi yang dapat dilakukan dengan cara membaca tulisan, melalukan observasi, bertanya, melakukan, menganalisis, menyimpulkan dan menguji coba.

Habib Abdurrahman menuturkan, dalam dunia Islam dikenal tentang pentingnya "sanad keilmuan". Karena sanad atau transmisi keilmuan memiliki peran penting dalam agama.  

"Ada ungkapan hikmah yang menyatakan; “Laulal isnaadu laqaala man sya-a ma sya-a (Andaikan tidak ada sanad, maka orang akan berpikir agama sesuai maunya),” katanya. 

Dengan demikian betapa bahayanya jika agama didakwahkan tanpa keilmuan serta sanad keilmuan yang runut dan jelas. Berapa banyak orang yang tak memiliki jejak sanad keilmuan lalu berbicara atas nama keilmuan agama,  atau menulis tentang kaidah-kaidah keislaman. "Yang pada akhirnya menghadirkan kerancuan dan kebingungan," katanya.

Seorang ulama tabiin, Muhammad bin Sirin, rahimahullah, berkata:

إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Karena itu, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Riwayat Muslim).

Terjaganya hadits Nabi hingga saat ini, setelah karunia Allah juga karena adanya sanad yang bersambung kepada Nabi SAW. 

Bahkan kata Habib Abdurrahman, seorang pendeta dan orientalis Inggris, David Samuel Margoliouth, yang terkenal memusuhi Islam, ia juga tidak memungkiri betapa selektifnya umat Islam dalam memilih pembawa berita (perawi). 

Dan bahkan, margoliouth mengatakan, “Pantas umat Islam bangga sebangga-bangganya dengan ilmu hadits mereka.” (al-Maqalat al-Ilmiyah Hal 234-253, dinukil dari pengantar al-Ma’rifatu Li Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil). "Kesemuanya itu karena sanad," katanya.

Untuk itu, kata Habib Abdurrahman, sudah sepantasnya kita, setiap kali mendengar atau membaca sesuatu, maka kita lihat dan perhatikan mengenai sanad keilmuan sang penyampai pesan tersebut, karena sanad itu bagian dari agama. "Kalau bukan karena isnad (sanad), pasti siapaun bisa berkata apa yang dia kehendaki. Wallahua'lam," katanya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler