Sri Lanka Dukung Lagi Larangan Penyembelihan Sapi, Mengapa?

Larangan penyembelihan sapi akan mengorbankan komunitas Muslim Sri Lanka.

ROL/Fakhtar K Lubis
Sri Lanka Dukung Lagi Larangan Penyembelihan Sapi, Mengapa?
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Beberapa waktu lalu Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa mengusulkan proposal yang mengatur tentang penyembelihan sapi. Namun nyatanya, pengajuan itu dapat memunculkan ketegangan antarsuku dan agama di wilayah tersebut.

Baca Juga


Keputusan Rajapaksa membuat usulan itu dilatarbelakangi atas musyawarah dengan pihak parlemen pada Selasa pekan lalu. Hasilnya, penyembelihan sapi di negara itu bisa saja dilarang.

Menurut dia, penyembelihan sapi harus dicegah karena memang banyak yang menentang praktik tersebut. Juru bicara kabinet dan Menteri Media Keheliya Rambukwella menyatakan, usulan itu memang berkonotasi agar penyembelihan sapi ditiadakan.

Meski demikian, keputusan dari ajuan sebelumnya itu telah diumumkan pemerintah untuk dilakukan penundaan selama sebulan. Mengutip TRT World, Senin (14/9), jika usulan itu diterima, Sri Lanka akan mengizinkan impor sapi untuk permintaan nasional. Namun, perlu diketahui dari proposal itu, tidak ada data resmi yang menunjukkan mayoritas warga Sri Lanka mendukung larangan itu.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Policy Alternatives yang berbasis di Kolombo, Paikiasothy Saravanamuttu, larangan itu bisa dilihat sebagai persetujuan pemerintah atas mayoritas Buddha Sinhala. Utamanya, yang akan mengorbankan komunitas Muslim.

“Ini merupakan pukulan lain bagi pluralisme penduduk,” katanya. 

Terpisah, pemimpin redaksi Roar Media Roel Raymond mengatakan, usulan itu mengindikasikan pemerintah sangat mendukung para biksu Buddha. Makan daging sapi dilarang dalam komunitas Buddha Sinhala karena alasan budaya.

Dukungan pada Buddha itu juga bisa ditilik ke belakang. Sri Lanka Podujana Peramuna (SLPP) yang berkuasa di Rajapaksa, dan memenangkan dua pertiga mayoritas dalam pemilihan parlemen bulan lalu, sebagian besar mendapat dukungan dari mayoritas Buddha Sinhala di negara itu.

Politik Sapi

Usulan melarang penyembelihan sapi di Sri Lanka ini, memang bukan yang pertama kali. Pemerintah setempat juga membuktikan hal itu dengan tidak menganggapnya pantas untuk dibuatkan UU.

Sebab, ada kemungkinan hal itu akan membuat ketegangan sosial politik, khususnya agama. Hubungan yang diperkirakan akan memanas adalah Buddha-Muslim jika menyangkut pelarangan penyembelihan sapi.

Meski ada penolakan penyembelihan hewan dan sapi, nyatanya makan daging adalah hal biasa yang dilakukan di negara itu. Makan daging sapi merupakan larangan bagi umat Buddha dan Hindu. 

Umat Buddha di Sri Lanka membentuk 70 persen dari populasi Sri Lanka. Sedangkan Muslim, hanya sekitar 9,7 persen dari populasinya.

Tak jarang, berbagai pelecehan dan serangan dari Buddha garis keras menghiasi kabar nasional. Utamanya, dari kelompok Buddha garis keras seperti Bodu Bala Sena (BBS), organisasi nasionalis Sinhala pimpinan biksu yang berkampanye menentang makanan halal.

Mengingat ke belakang, pada 2009, parlemen juga mempertimbangkan UU yang menyerukan larangan total atas praktik pemotongan sapi. Ajuan yang diinisiasi oleh anggota parlemen Wijedasa Rajapakshe itu, dilatarbelakangi ratusan orang dalam bisnis daging yang akan tergusur, akan membuat ribuan peluang kerja baru di industri susu.

Didukung Rajapakshe, penyembelihan ternak di negara itu juga adalah sumber suap, korupsi, dan izin palsu. Pada 2013, usulan serupa kembali terjadi, khususnya, kampanye yang menentang sertifikasi halal dan memaksa agar toko-toko berhenti menjual daging berpedoman Islami.

Di tahun yang sama, respons besar dari seorang biksu Buddha juga terjadi. Dirinya membakar diri sebagai protes atas penyembelihan ternak oleh Muslim. Bahkan, pada 2018, kelompok radikal Hindu Siva Senai, melakukan protes di kota utara Jaffna yang menyerukan pelarangan daging sapi, dengan menyatakan Sri Lanka adalah tanah umat Hindu dan Budha.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler