Husnul Khatimah, Abah Alwi

Abah Alwi adalah pribadi yang menyenangkan, wartawan sarat pengalaman.

Republika
Wartawan senior Harian Republika, Alwi Shahab di depan Kantor Redaksi Republika, Jakarta, (6/2). Pria kelahiran Jakarta, 31 Agustus 1936 ini adalah sedikit dari wartawan yang terus berkarya hingga kini. Alwi Shihab menjalani profesinya sejak tahun 1960.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu

Sekitar jam 03.15, putri kedua bangun dari tempat tidurnya dan membangunkan saya minta dibuatkan susu. Hari ini, tanggal 17 September, hari di mana dia lahir. Saya hanya kecup pipinya sembari berdoa untuk dia, lalu membisikan hal baik di telinga kanannya sebelum tidur, kebiasaan yang saya lakukan kepada ketiga anak saya.

Tanggal 17 September juga hari lahir almarhum ibu. Jika masih hidup, hari ini usianya 76 tahun. Hari lahirnya sama dengan putri saya. Namun, kami tidak merayakan ulang tahun. Tak ada perayaan tiup lilin setelah tahu itu kebiasaan yang meniru kaum Majusi.

Dini hari itu, bukan hanya teringat ibu, tiba-tiba terlintas sosok Abah Alwi Shahab. Salah satu pria yang menjadi panutan saya di kantor. Sudah lebih dari satu tahun saya tidak bertemu beliau. Terakhir silaturahim ke rumah dan melihat wajah beliau sekitar bulan Juli 2019. Setelah itu hanya silaturahim via pesan WA lewat anaknya, apalagi di masa pandemi.

Setelah Subuhan, saya membuka ponsel. Seperti biasa, melihat WA-grup penugasan. Rutinitas sehari-hari. Pagi itu ada pesan WA dari Vera Shahab, putri Abah Alwi. Pikiran saya berkecamuk, takut. "Lah kok kenapa dini hari Kak Vera WA?"

Dan ketakutan itu benar adanya, pesan itu menyampaikan kabar duka: "Assalamualaikum. Pak Karta, Abah Alwi sudah meninggal dunia, Kamis, jam 03.00. Mohon maaf ats segala khilaf dan salah. Sampaikan maaf utk teman-teman Republika."

Pesan itu tak saya balas. Saya langsung menelepon Kak Vera. Tak tersambung. Kedua kalinya, nomor yang dihubungi sedang dalam panggilan lain. Telepon Kak Vera sibuk.

Puluhan pesan duka masuk di grup WA kantor. Rekan-rekan kantor dari senior hingga junior yang mungkin belum mengenal Abah menghaturkan ucapan duka. Ada yang memberikan kesan, banyak yang menyampaikan ceritanya bersama Abah. Semuanya baik. Alhamdulillah.

"Abah mengajarkan kita banyak hal. Tentang hidup dan menjalani profesi wartawan. Selamat jalan Abah. Semoga husnul khatimah," pesan Mas Subroto, Redaktur Pelaksana Koran Republika.

"Begitu suka sama orang. Abah royal," kata Kang Elba Damhuri, Redaktur Pelaksana Republika.co.id.

Abah Alwi, adalah pribadi yang menyenangkan. Bicara kebaikan, mungkin tidak akan ada rekan-rekan di kantor yang mengenal beliau akan berbicara negatif. Tak hanya dihormati dan disegani, Abah juga dicintai rekan-rekan kerjanya.

Baca Juga


Bicara integritas, dedikasi, loyalitas, Abah tidak ada duanya. Beliau sudah melewati fase Indonesia dipimpin tujuh presiden. Beliau wartawan Istana semasa Presiden Sukarno. Kenal dekat dengan keluarga Presiden Soeharto, pernah meliput Presiden Habibie. Karena itu, cerita-cerita Abah selalu hidup karena berdasarkan pengalaman.

Abah bagi saya bukan hanya sekadar rekan kerja atau teman berdiskusi. Saya menemukan sosok ayah di dalam diri Abah Alwi. Kebetulan, almarhum bapak saya lahir di tahun yang sama dengan Abah, 1936.

Di rentan tahun 2013 sampai 2015, Abah masih sering datang ke kantor. Beliau sempat pensiun, tapi meminta untuk kembali bekerja karena tak mau masa tuanya hanya dihabiskan di rumah tanpa menulis. Rubrik Nostalgia Abah Alwi di Republika.co.id masih sering terisi oleh cerita-cerita pengalaman Abah.

"Kalau bercerita ke you, Karta, Abah jadi semangat lagi."

Jika Abah datang ke kantor, beliau minta ditemani sahabatnya, almarhum Mas Darmin. Abah akan marah jika Mas Darmin tak segera turun ke ruangannya. Mas Darmin diminta untuk menuliskan cerita Abah, jika saya belum datang. Setelah itu, tulisannya diserahkan kepada saya untuk dimuat. Karena itu, Mas Darmin akan semringah ketika saya sudah tiba di kantor karena Abah tidak akan merengut lagi.

"Tuh Abah, anak lanangnya sudah datang. Jangan marah-marah lagi ke saya," goda Mas Darmin yang dibalas senyuman oleh Abah. Meski sering dimarahi, Mas Darmin juga sering ditraktir makan oleh Abah.

"Duit Abah banyak ini, you-you mau makan apa," kata Abah sembari memegang saku kemejanya yang dipenuhi uang berlembar-lembar Rp 100 ribu.

Namun, Abah akhirnya dipaksa menyerah oleh usia. Sejak akhir 2016, Abah sudah jarang ke kantor. Pascaoperasi katarak dan sempat struk, Abah tak bisa melawan takdir. Tubuhnya sudah tak bugar lagi. Bahkan ingatannya memudar. Abah pikun.

"Kalau menulis, ingatan Abah itu terjaga," kata Abah suatu waktu.

Bagi saya Abah bukan hanya sekadar panutan. Abah itu guru sekaligus orang tua. Layaknya orang tua, tentu Abah sering memberikan nasihat. Tak hanya soal pekerjaan, tapi juga nasihat rumah tangga.

"Tulislah buku, dengan begitu, you, Karta, bisa abadi."

"You, Karta, harus punya panggilan sayang ke istri. Seperti Abah ke Umi."

"Kamu belum makan kan, ini Abah bawa makanan."

Abah yang dikenal di Republika adalah pria yang royal. Beliau sering membawakan rekan-rekan kerjanya makanan, salah satunya roti cane buatan istrinya.

Abah yang orangnya "sungkanan" pernah meminta maaf kepada Pimpinan Redaksi Republika, Irfan Junaidi saat bertemu di kantor. "Tugas, Abah sekarang ini adalah sehat," pesan Kang Irfan sembari menuntun Abah ke mobil.

Semasa hidup, Abah memang tak pernah mau menyusahkan orang, terutama rekan kantor. Beliau takut kehadirannya yang sudah renta, justru menyusahkan rekan-rekannya.

Beliau juga tidak nyaman dipanggil "Habib" oleh rekan-rekannya, walaupun almarhum adalah dzuriyat Nabi. Selain itu, Abah juga tak nyaman jika ada orang yang mau mencium tangannya. Tangannya akan langsung ditarik ketika ada yang hendak salim.

"Saya mau dengerin cerita Abah, tapi syaratnya tangan Abah harus mau saya cium," kata saya sembari mencium punggung dan telapak tangan Abah.

Abah kini berpulang. Usianya berhenti di angka 84 tahun 17 hari. Allah memanggil Abah dengan keadaan yang baik.

Vera Shahab ketika saya berhasil meneleponnya menceritakan Abah meninggal dengan baik. Tanda-tanda husnul khatimah ada pada Abah.

"Dahi Abah berkeringat banyak banget. Bahkan bantalnya sampai basah," kata Kak Vera.

Kak Vera bercerita, dari Rabu malam istri abah, Umi Maryam tak henti-hentinya mendaras Alquran. Umi, kata Kak Vera, mengaji di kamar Abah. "Kami harus sering mengontrol karena Abah pakai oksigen. Saya juga bolak-balik dari rumah saya ke rumah Abah. Tapi saya baru dikabari jam 03.00 saat saya di rumah," ujar Kak Vera. Rumah Kak Vera dan rumah Abah yang berada satu kompleks disambangi karyawan Abah yang memberi kabar.

Sampai di rumah Abah, Kak Vera mengaku sudah memegang tubuh Abah masih hangat. "Insha Allah Abah husnul khatimah. Tolong maafkan Abah ya, sampaikan salam untuk keluarga di Republika, maafkan kesalahan Abah."

Abah Alwi rencananya akan dimakamkan di TPU Balekambang, Condet, Jakarta Timur. Selamat jalan Abah, semoga kita kembali dipertemukan Allah di surga. Aamiin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler