Bantuan untuk Pesantren Dipotong? Ini Tanggapan Kemenag

Kemenag meminta masyarakat melaporkan jika ada bantuan pesantren dipotong.

Antara/Arief Priyono
Bantuan untuk Pesantren Dipotong? Ini Tanggapan Kemenag. Foto: Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan ini beredar informasi adanya dugaan pemotongan bantuan operasional pesantren. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, mendorong masyarakat untuk melaporkannya kepada Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag agar bisa ditindaklanjuti.

"Setiap laporan yang masuk, kami teruskan ke Itjen Kemenag untuk diinvestigasi. Kami juga dorong masyarakat yang menerima info pemotongan bantuan untuk melaporkan ke Itjen Kemenag," ujar Waryono dalam keterangan yang didapat Republika, Jumat (18/9).

Waryono menyebut masyarakat yang ingin mengajukan aduan bisa mengakses situs simwas.kemenag.go.id. Ia juga meyakinkan jika pihaknya telah menerbitkan petunjuk teknis (juknis) penyaluran bantuan. Juknis tersebut, sama sekali tidak mengatur masalah pemotongan, baik dalam bentuk uang maupun pembelian barang.

Proses penyaluran bantuan yang terjadi di lapangan, ditegaskan harus sesuai juknis. Jika ada pelanggaran, maka hal tersebut bisa dilaporkan ke Itjen untuk diaudit.

"Kemenag tentu akan menindak tegas, jika ada oknum yang terbukti melanggar dalam proses penyaluran bantuan operasional ini," lanjutnya.

Waryono menambahkan, saat ini proses pencairan bantuan opeasional pesantren tahap pertama sudah hampir selesai. Total bantuan tahap I ini sebesar Rp 930.835.000.000 diberikan kepada:

A. 9.511 pesantren dari total 21.173 pesantren,
B. 29.550 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dari total 62.153 MDT,
C. 20.124 LPTQ/TPQ dari total 112.008 LPTQ/TPQ,
D. bantuan pembelajaran daring bagi 12.508 lembaga dari total 14.115 lembaga.

Ia menyebut beberapa lembaga pendidikan yang belum menerima bantuan masih dalam proses. Harapannya, semua bantuan bisa cair dalam tahap berikutnya.

Baca Juga


Sebelumnya,

Ketua Umum pimpinan pusat asosiasi pesantren NU atau Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan menerima laporan adanya dugaan pungutan liar (pungli) terkait pencairan bantuan operasional pesantren (BOP) untuk pesantren dan pendidikan keagamaan Islam.

"RMI mendapat informasi mengenai pungutan kepada pesantren penerima BOP dengan besaran bervariasi dan mengatasnamakan berbagai pihak," ujar pria yang akrab dipanggil Gus Rozin ini kepada Republika.co.id, Kamis (17/9).

Gus Rozin menegaskan, RMI PBNU tidak pernah melakukan pungutan terhadap dana bantuan pesantren yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama tersebut. "Secara tegas kami sampaikan RMI PBNU tidak pernah melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada pesantren penerima," ucapnya.

Menurut Gus Rozin, RMI PBNU justru sangat mengapresiasi pemerintah dan DPR yang telah mengalokasikan BOP untuk pesantren di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, BOP untuk pesantren merupakan sejarah baru kehadiran dan keberpihakan negara terhadap pesantren, sehingga program bantuan ini harus diawasi bersama-sama.

"Kesuksesan program ini perlu diawasi dan dikawal secara bersama-sama," kata Gus Rozin.

Dia pun mengimbau pesantren penerima BOP mencairkan dana bantuan secara utuh dan segera merealisasikan program secara mandiri sesuai peruntukan sebagaimana diatur dalam petunjuk teknis. Menurut dia, penggunaannya pun harus dilakukan secara tepat.  

"Maksimalkan secara tepat penggunaannya agar bisa mengurangi beban pesantren dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19 ini," jelasnya.

Setelah menggunakan dana bantuan itu, pesantren yang menerima bantuan juga harus membuat laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap pemerintah. "Segera membuat laporan penggunaan anggaran sesuai juknis sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan program," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler