DPR RI: Penundaan Pilkada Perlu Dipertimbangkan

PBNU dan Muhammadiyah telah merekomendasikan agar Pilkada serentak ditunda

Antara/Harviyan Perdana Putra
Massa terlibat aksi dorong dengan aparat saat simulasi Sistem Pengamanan Kota (Sispamkota) di Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (18/9/2020). Polres Pekalongan Kota mengadakan latihan simulasi Sispamkota menghadapi Pilkada serentak 2020 untuk menciptakan situasi yang aman dan kondusif dari tindakan anarkis.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 perlu dipertimbangkan pemerintah. Mengingat, kasus positif Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat.


Apalagi, implementasi sanksi pelanggar protokol kesehatan selama tahapan pilkada belumlah tegas. Sehingga, pilkada justru ditakutkan menjadi klaster baru Covid-19. "Perlu juga dipertimbangkan opsi untuk penundaan, tapi itu kita akan lihat setelah revisi dijalankan," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/9).

Penundaan Pilkada 2020, kata Dasco, tentu akan menimbulkan sejumlah permasalahan baru. Salah satunya adalah kekosongan kursi pimpinan di banyak daerah. "Ini semua memang mesti dihitung, karena kesiapan-kesiapan penundaan pilkada ini bukan sekadar ditunda, tapi kemudian mesti ada penunjukkan Plt dan sebagainya," ujar Dasco.

Sebelum adanya pembahasan penundaan Pilkada 2020, penyelenggara pilkada perlu mengevaluasi dan merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ada saat ini. Khususnya perihal implementasi protokol pencegahan Covid-19. "Apabila nanti setelah revisi, implementasi di lapangan tidak memungkinkan malah kemudian menjadi kluster baru, ya hal penundaan patut dipertimbangkan," ujar Dasco.

Sebelumnya, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan rekomendasi agar pelaksanaan pilkada serentak ditunda demi menghindari penyebaran Covid-19 yang semakin meluas di masyarakat.

Namun, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, penyelenggaraan Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal tanggal 9 Desember 2020. Hal itu dilakukan demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih, serta dilaksanakan dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat. "Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi kluster baru pilkada," ujar Fadjroel dalam siaran pers di Jakarta, Senin (21/9).

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler