KPU Khawatir Celah Hukum Jika Hanya Revisi PKPU
Ketentuan metode kampanye secara pertemuan fisik masih diatur UU Pilkada.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra mengkhawatirkan potensi celah hukum dan rentan adanya gugatan apabila hanya merevisi Peraturan KPU (PKPU) terkait larangan kegiatan kampanye di tengah pandemi Covid-19. Sebab, ketentuan metode kampanye secara pertemuan fisik masih diatur Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
"Kalau kemudian tidak menggunakan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) celah hukum ini agak rentan sekali kalau kita digugat atau dipersoalkan secara hukum," ujar Ilham dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI, Senin (21/9).
Ia mengatakan, KPU siap melakukan revisi perubahan PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang kampanye pilkada terhadap sejumlah kegiatan yang diperbolehkan tetapi berpotensi menimbulkan kerumunan massa. KPU didesak untuk melarang konser musik saat pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19.
KPU juga siap melakukan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19. Akan tetapi, draf PKPU 4/2017 kini sudah memasuki proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM.
"Apakah Perppu atau perubahan PKPU, prinsipnya KPU siap untuk melakukan revisi terhadap PKPU tapi tentu sekali lagi harus mengacu kepada undang-undang yang memang KPU bisa ambil sebagai dasar hukum," kata Ilham.
Ia menuturkan, berkaca pada pengalaman, KPU pernah menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 terkait ketentuan koruptor tidak bisa mencalonkan diri dalam pemilihan yang sebenarnya tidak ekplisit diatur UU. Akan tetapi, ada pihak yang menggugat ke Mahkamah Agung (MA), hingga akhirnya PKPU tersebut dinyatakan tidak berlaku.
Di sisi lain, dalam rapat yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, untuk mencegah kerumunan massa tidak harus dengan Perppu atau PKPU itu sendiri. Menurut dia, ada banyak peraturan perundang-undangan yang bisa ditegakkan oleh kepolisian, Satpol PP, Satuan Perlindungan Masyarakat (Linmas), maupun TNI.
"Untuk mencegah kerumunan tidak harus dengan Perppu atau dengan PKPU tapi juga dengan undang-undang yang banyak sekali termasuk undang-undang lalu lintas, undang-undang ketertiban umum," kata Tito.