China Diduga Perluas Kamp Penahanan di Xinjiang
Penelitian menunjukkan pemerintah China sedang memperluas kamp-kamp penahanan
REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) mengidentifikasi lebih dari 380 fasilitas penahanan yang dicurigai di wilayah Xinjiang, China. Jumlah fasilitas tersebut sekitar 40 persen lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Peneliti utama ASPI, Nathan Rusher, mengatakan temuan penelitian ini bertentangan dengan klaim pejabat China yang menyatakan semua peserta pelatihan dari pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang telah lulus pada akhir 2019. Temuan penelitian menunjukkan pemerintah Cina sedang memperluas kamp-kamp penahanan.
“Sebaliknya, bukti yang tersedia menunjukkan banyak tahanan di luar hukum sekarang sedang didakwa secara resmi dan dikurung di fasilitas keamanan yang lebih tinggi," ujar Ruser dilansir Aljazirah, Kamis (24/9).
Para peneliti melakukan riset dengan menggunakan citra satelit, saksi, laporan media, dan dokumen resmi tender konstruksi. Bangunan fasilitas penahanan itu terdiri dari tembok perimeter tinggi, menara pengawas, dan pagar internal. Ditemukan setidaknya 61 lokasi penahanan yang diperluas hingga Juli 2020.
ASPI menambahkan, sebanyak 14 fasilitas penahanan lainnya masih dalam tahap pembangunan. Sementara pagar atau dinding perimeter di 70 fasilitas lainnya telah dilepas dan diduga akan dialihfungsikan. Lebih dari 90 persen fasilitas penahanan di Xinjiang memiliki keamanan tingkat rendah.
Ruser mencatat, bangunan yang telah diperluas memiliki fasilitas keamanan yang lebih tinggi. Sementara yang lain dibangun dekat dengan kawasan industri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka yang telah didakwa kemungkinan dikirim ke "kompleks pabrik untuk kerja paksa".
Belum lama ini Amerika Serikat (AS) melarang impor dari Xinjiang karena dugaan ada sistem kerja paksa. Beijing menepis tudingan AS dan menyatakan bahwa program pelatihan dan pendidikan di Xinjiang telah berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
PBB mengatakan lebih dari satu juta warga Uighur dan sebagian besar penduduk berbahasa Turki Muslim telah ditahan di kamp penahanan dalam beberapa tahun terakhir. China mengatakan kamp tersebut adalah pusat pelatihan keterampilan kejuruan dan bagian penting dari upaya untuk melawan ancaman "ekstremisme".