1 dari 5 Bayi Baru Lahir di Prancis Memakai Nama Arab-Muslim
Populasi Arab-Muslim diperkirakan melonjak
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis sedang mengalami perubahan demografis yang mendalam. Berdasarkan data 2019 dari Biro Statistik Nasional Prancis (INSEE), 21,53 persen bayi baru lahir diberi nama depan Arab-Muslim.
Rasio nama Arab-Muslim tertinggi, yakni 54 persen yang didaftarkan di Departemen Seine-et-Marne dekat Paris dengan populasi sekitar 1,4 juta orang. Dari 1,4 juta itu, 13,4 persen lahir di luar daratan Prancis dengan 1,4 persen di wilayah seberang laut, 2,3 persen di negara asing yang memberikan atau diberikan kewarganegaraan Prancis saat lahir, 3,8 persen imigran dari negara Uni Eropa (UE) lainnya, dan 5,9 persen dari negara non-UE.
Selama 50 tahun terakhir, rasio nama depan Arab-Muslim untuk bayi yang baru lahir meningkat hampir secara konstan dari 2,6 persen pada 1969 menjadi 21,53 persen. Selama 22 tahun terakhir, peningkatan tersebut tidak terhenti sejak 1997.
Ekonom Prancis, Charles Gave memperkirakan mayoritas Muslim di Prancis lebih tinggi dalam 40 tahun berdasarkan angka kelahiran resmi, yakni 1,4 anak setiap perempuan dan angka kelahiran muslim antara 3,4 dan 4 anak setiap perempuan. Namun, organisasi Pew Research mengatakan angka kelahiran untuk perempuan Muslim lebih rendah, 2,8 anak setiap perempuan.
"Peningkatan jumlah ini adalah salah satu indikator paling mengesankan dari perubahan susunan yang dialami masyarakat Prancis selama beberapa dekade terakhir," tulis direktur Lembaga Opini Publik Prancis (IFOP), Jérôme Fourquet dalam esainya pada 2019, The French Archipelago, dilansir di Remix News, Kamis (24/9).
Tahun lalu, Fourquet menjelaskan kepada surat kabar Prancis Le Figaro, penurunan angka kelahiran dan imigrasi berada di balik transformasi demografis Prancis. Dia menunjuk fakta ada sekitar 70 ribu anak yang lahir pada 2019 dibandingkan pada 2014. Pada saat yang sama, arus migrasi ikut andil pada pergeseran demografis yang meningkat pada 2000-an.
Karena Prancis tidak menyimpan data resmi tentang komposisi etnis negara itu, para peneliti telah mempelajari nama depan dan memeriksa afiliasi agama untuk memastikan gambaran demografis Prancis yang sebenarnya. “Studi tentang prevalensi jenis nama depan di antara bayi baru lahir memungkinkan secara khusus untuk mengumpulkan kekuatan aliran migrasi legal dan ilegal. Sebab, dengan beberapa pengecualian, semua anak yang lahir di tanah Prancis terdaftar di INSEE, bahkan jika orang tua mereka ilegal, ” ujar Fourquet.
Pada 2018, sebuah studi dari Le Point mengonfirmasi minimal 18 persen dari semua anak yang baru lahir di Prancis memiliki nama depan Arab-Muslim. Ini menunjukkan pertumbuhan yang stabil dari demografi hanya dalam kurun beberapa tahun.
Departemen Prancis lain yang memiliki rasio nama yang diberikan Muslim di atas rata-rata adalah departemen di selatan Rhône, Bouches du Rhône, Alpes Maritimes, Vaucluse, Gard, Hérault, Loire, serta kawasan industri Belfort dan Loire. Sepuluh nama depan paling populer yang diidentifikasi sebagai Muslim atau campuran di Prancis adalah Adam, Ines, Eden, Mohamed, Sarah, Nael, Rayan, Soan, Inaya, dan Yanis.
Prancis sudah memiliki populasi Muslim terbesar di negara Eropa. Menurut penelitian Pew Research, 5,7 juta Muslim tinggal di negara itu pada 2016. Diperkirakan juga populasi Muslim dapat tumbuh menjadi 12,6 juta pada 2050.
Anggota Parlemen Eropa (MEP), Nicholas Bay mengatakan tingkat imigrasi yang tinggi di Prancis tidak dapat dipertahankan. "Jika Anda menambahkan imigrasi legal dan ilegal, itu berarti lebih dari 400 ribu kedatangan setiap tahun. Kami tidak dapat melanjutkan dengan imigrasi seperti itu," kata Bay dalam acara 4 Vérités” of France 2, Senin (21/9).
Angka statistik tampaknya mendukung pendapat Bay tentang tingginya angka migrasi ke Prancis. Menurut data dari Kementrian Dalam Negeri Prancis, sebanyak 276.576 izin tinggal baru dikeluarkan pada tahun 2019. Di tahun yang sama, 132.700 permintaan suaka baru dibuat. Jika kedua angka tersebut ditambahkan, akan ada lebih dari 400 ribu entri baru ke Prancis. Itu bahkan tidak termasuk migran ilegal yang belum mengajukan aplikasi suaka.
Pada Juli tahun ini, sebuah komisi yang dibentuk oleh Senat Prancis mengeluarkan laporan tentang penyebaran islam radikal di Prancis dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Laporan tersebut memperingatkan hampir setiap wilayah negara dipengaruhi oleh Islam radikal.