Iran: Donald Trump Lebih Brutal Dibandingkan Saddam Hussein

Trump dinilai ingin menghandurkan pusat budaya dan peradaban Iran

AP/Tony Dejak
Presiden Donald Trump
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei mengatakan kini Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ancaman yang lebih berbahaya bagi Iran dibandingkan Saddam Hussein yang melancarkan perang Iran dan Irak selama delapan tahun dari 1980 hingga 1988.

Baca Juga


Baghdad menginvasi Iran untuk merebut provinsi kaya minyak Khuzestan setelah revolusi 1979. Konflik tersebut menewaskan 1,2 juta orang. Irak diduga menggunakan senjata kimia terhadap pasukan dan warga sipil Iran. 

"Sejumlah elit politik di berbagai level tidak percaya Trump lebih mendukung kekerasan dan brutal dibandingkan Saddam, lebih membahayakan nyawa, kesehatan dan mata pencaharian rakyat Iran," kata Rabiei yang dikutip Iranian Student News Agency, seperti dilansir dari media Rusia, Sputnik, Ahad (27/9).

"Bila Saddam ingin merebut Khuzestan dan (kota) Khorramshahr dan bahkan dalam kata-katanya sendiri setidaknya (Sungai) Arvand Rud dari Iran, hari ini Trump ingin memecah dan menebas Iran untuk mengalahkan semangat nasional dan identitas masyarakat Iran," kata Rabiei.

Rabiei mengatakan pemerintah Saddam Hussein mengancam akan menghancurkan desa-desa dan kota-kota Iran. Sementara saat ini Trump mengancam akan menghancurkan pusat-pusat budaya dan peradaban. Juru bicara pemerintah Iran itu menyinggung kembali ancaman Trump pada awal tahun ini.

Presiden AS ke-45 itu mengancam akan menyerang '52 kota-kota Iran'. Termasuk kota-kota yang ia sebut 'yang levelnya sangat tinggi dan penting bagi Iran dan budaya Iran. Ancaman ini Trump sampaikan saat ketegangan antara AS dan Iran kian memanas usai Washington membunuh Komandan Pasukan Quds Jenderal Qasem Soleimani.

"Rezim Saddam menyerang rakyat kami dengan roket dan bom dan hari ini Trump mengincar kesehatan, nyawa dan mata pencaharian rakyat dengan membombardir sanksi ekonomi dan pembunuhan," kata Rabiei.

Rabiei mengatakan sama seperti Saddam Hussein yang merobek Perjanjian Aljazair 1975 yang mengakhiri sengketa perbatasan Iran-Irak pada September 1980. Pada 2018, rezim Trump juga melakukan hal yang sama terhadap kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Rabiei juga menuduh Trump membunuh Soleimani karena jenderal itu mengalahkan ISIS yang AS dukung. Hal itu seperti ketika Iran menuduh Irak membunuh Komandan Angkatan Bersenjata Iran Ali Sayad Shirazi yang dibunuh oleh Rakyat Mujahid Iran pada  1999.

Rabiei menambahkan selama Perang Irak-Iran garis depannya ada di medan pertempuran. Sementara saat ini perang melawan terorisme ekonomi dan perang ekonomi. Juru bicara tersebut menekankan Iran 'tidak akan mengalah' pada perundungan dan koersi AS dan membawa perundung itu, cepat atau lambat bertekuk lutut. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler