Selain Penerimaan, Ini Alasan Tarif Bea Meterai Dinaikkan
Tarif bea meterai akan dinaikkan menjadi Rp 10 ribu mulai 1 Januari 2021.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menekankan, keputusan pemerintah menaikkan tarif bea meterai bukan bertujuan mengoptimalisasi penerimaan negara. Lebih dari itu, langkah tersebut dilakukan untuk memperbaiki administrasi, meningkatkan efektivitas pengawasan dan menciptakan perlakuan yang adil.
"Itu merupakan intensi dari UU dan ini perlu didukung semua pihak sehingga mendapatkan dukungan dari aktivitas bisnis, ekonomi dan hal-hal bersifat legal di masyarakat," ujarnya, dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9).
Keputusan menaikkan tarif bea meterai tertuang dalam Undang-Undang Bea Meterai yang baru saja disepakati oleh pemerintah dengan DPR dalam Rapat Paripurna, Selasa (29/9). Tarif bea meterai yang semula Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu, akan dinaikkan menjadi Rp 10 ribu per 1 Januari 2021.
Yustinus menyebutkan, penyesuaian tarif bea meterai sudah dipertimbangkan dengan matang. Tingkat kenaikannya pun dinilai cukup moderat dan telah mempertimbangkan kemampuan masyarakat sekaligus dunia usaha.
Kebijakan kenaikan tarif bea meterai diambil karena tarif lama dinilai tidak mengikuti perkembangan banyak aspek perekonomian. Yustinus memberikan contoh perbandingan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia yang sudah naik dua kali lipat dari dua dekade lalu. Sedangkan, dalam jangka waktu yang sama, tarif bea meterai masih sama, yaitu Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu.
Selain itu, tarif bea meterai juga dinilai tidak mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Dalam hal ini adalah keberadaan dokumen elektronik yang belum tertangkap dengan kebijakan bea meterai di Indonesia.
Yustinus menuturkan, kondisi tersebut berpotensi menciptakan ketimpangan. "Tidak ada equal treatment bagi dokumen fisik yang selama ini patuh membayar bea meterai, sedangkan dokumen elektronik menjadi seolah-olah tidak dikenakan bea meterai," katanya.
Yustinus berharap, penyesuaian tarif bea meterai dari double tariff menjadi single tariff ini akan mendukung kepatuhan hukum, termasuk kepatuhan pajak. Selain itu, mendorong pajak sebagai insentif atau sesuatu yang dianggap mudah dalam bisnis maupun aktivitas lain bagi masyarakat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menjelaskan, pemerintah akan memberikan waktu satu tahun untuk masa transisi bea meterai. Rentang waktu itu diberlakukan sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2021. Selama masa transisi, meterai dengan nilai Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu masih tetap berlaku.
Suryo menjelaskan, masa transisi diberikan untuk memberi waktu bagi masyarakat dan dunia usaha untuk beradaptasi. Selain itu, untuk menghabiskan stok meterai yang kini masih beredar di pasaran. "Karena meterai sudah dicetak dan sebagian beredar, namun belum digunakan," tuturnya, dalam kesempatan yang sama.
Suryo mengatakan, kenaikan tarif bea meterai merupakan satu hal yang mendesak. Salah satunya dikarenakan, tarif bea meterai yang kini berlaku sudah tidak mengalami kenaikan sejak 2000 atau sudah berusia dua dekade. Di sisi lain, inflasi terus terjadi tiap tahun.
Meski tarif mengalami kenaikan, Suryo menyebutkan, pemerintah memberikan keringanan dengan menaikkan batas nominal nilai dokumen yang dikenakan bea meterai. Semula, batas nominalnya adalah Rp 250 ribu yang kini dinaikkan menjadi Rp 5 juta. Dokumen dengan nilai di bawah batas tersebut tidak harus menggunakan meterai.
Saat ini, Suryo menuturkan, pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait sedang menyusun satu regulasi turunan dari UU Bea Meterai terbaru dan infrastrukturnya. "Karena ada transisi bahwa meterai lama masih bisa digunakan satu tahun ke depan, jadi kita harus siapkan kertas meterai baru (senilai) Rp 10 ribu," ujarnya.