Kementan Yakin Food Estate Perkuat Cadangan Pangan Nasional
Food estate jadi cara Kementan ubah bertani tradisional ke modern.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan pengembangan food estate atau lumbung pangan di Provinsi Kalimantan Tengah seluas 30 ribu hektare (ha) tahun ini. Pemerintah kembali meyakinkan bahwa food estate diyakini bisa memperkuat cadangan pangan nasional.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan ada sejumlah kunci untuk meningkatkan produksi pertanian termasuk di Food Estate. Kunci dari budidaya pada program food estate adalah ketersediaan air, benih berkualitas, dan pupuk yang tepat.
“Kemudian kita melakukan kegiatan pompanisasi dan pipanisasi, serta pengadaan alsintan, dan memfasilitasi petani agar bisa membawa hasil panennya untuk dijual," kata Sarwo dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Forum Wartawan Pertanian, Ahad (11/10).
Menurut Sarwo, Kementan juga berupaya mengubah cara bertani tradisional ke modern dengan teknologi yang sudah ada. Dengan begitu diharapkan produktivitas bisa meningkat dan mampu memperkuat ketahan pangan nasional.
"Kami sudah siapkan alsintan traktor roda dua dan empat untuk mengolah lahan. Kegiatan penanaman telah disiapkan mesin transplanter. Kemudian ada combine harvester untuk membantu petani saat panen, termasuk memberi bantuan RMU dan dryer," kata dia.
Lewat adanya food estate, pihaknya mendorong petani tidak lagi menjual gabah, tetapi digiling dahulu dan diproses menjadi beras dengan pengemasan yang menarik. “Inilah cara untuk menaikkan pendapatan petani," katanya.
Adapun potensi lahan pengembangan food estate di Kalimantan Tengah seluas 164.598 ha. Terdiri dari lahan fungsional atau intensifikasi seluas 85.456 ha dan lahan sisa fungsional atau ekstensifikasi 79.142 ha. Sedangkan, lahan akan digarap pada 2020 adalah seluas 30 ribu ha, dan tersebar di Kabupaten Kapuas seluas 20 ribu ha dan Kabupaten Pulang Pisau 10 ribu ha.
“Pada lahan tersebut, pemerintah melakukan intensifikasi pada lahan-lahan yang selama ini berupa semak belukar,” katanya. Dia berharap lahan yang produktivitasnya saat ini di bawah 4 ton gabah kering panen (GKP) per ha bisa ditingkatkan menjadi 6 ton per ha.
Direktur Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Institute, Dwi Asmono, menambahkan, dalam pengembangan food estate harus mulai menyiapkan bibit, pemasaran, pabrik harus dibangun, semua harus dirancang dengan benar. Jika berhasil, hal ini akan menjadi pengungkit untuk yang lain.
Oleh karena itu, Peragi berkomitmen untuk mendampingi kebijakan Food Estate dengan melakukan penelitian berkelanjutan. "Kemudian kami juga akan mendukung Kementan dengan memberikan saran inkubasi bisnis, pelatihan dan pendampingan serta mediasi antar masyarakat terkait program percepatan tanam dan food estate," ujar Dwi.
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mendorong peran BUMN dan BUMD dalam mendukung kelancaran program food estate agar berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan program food estate memerlukan kelengkapan sarana dan prasarana yang baik.
"Kelengkapan on farm harus tersedia mulai dari benih, pupuk, pestisida, traktor roda empat. Selain itu dukungan dari teknologi modern sudah harus diterapkan," katanya.