AS Siap Pasok Lebih Banyak Senjata Canggih ke Taiwan
Total penjualan senjata canggih tersebut mencapai sekitar 5 miliar dolar AS.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Gedung Putih tampaknya akan meningkatkan volume penjualan peralatan militer canggih ke Taiwan. Termasuk berencana menjual drone Taipei MQ-9 Reaper dan sistem rudal pertahanan pesisir. Rencana ini disampaikan pemerintahan Trump ke Kongres AS pada Selasa (13/10).
Kemungkinan penjualan menyusul tiga pemberitahuan lain yang memicu kemarahan China saat Amerika Serikat bersiap menggelar pemilu presiden pada 3 November. Salah satu dari delapan sumber mengatakan, total penjualan mencapai sekitar 5 miliar dolar AS. Umumnya, angka untuk penjualan militer luar negeri AS termasuk biaya untuk pelatihan, suku cadang, dan biaya lainnya yang membuat nilainya sulit untuk ditentukan.
Sebelumnya diberitakan, pada September sebanyak tujuh sistem senjata utama sedang melalui proses ekspor AS ketika pemerintahan Trump meningkatkan tekanan terhadap China.
Pra-pemberitahuan kepada Kongres untuk drone MQ-9 Reaper buatan General Atomics adalah yang pertama setelah pemerintahan Presiden Donald Trump bergerak maju dengan rencananya untuk menjual lebih banyak drone ke lebih banyak negara dengan menafsirkan kembali perjanjian kontrol senjata internasional yang disebut Rezim Kontrol Teknologi Rudal (MTCR). MQ 9 Reaper merupakan drone yang telah battle proven yang banyak digunakan AS dalam operasi militer mereka di Afghanistan, Irak dan kawasan konflik lainnya.
Sebelumnya dikabarkan rencana pengiriman rudal antikapal Harpoon berbasis darat, yang dibuat oleh Boeing, untuk berfungsi sebagai rudal jelajah pertahanan pantai. Salah satu sumber mengatakan sekitar 100 rudal jelajah yang diberitahukan ke Capitol Hill akan menelan biaya sekitar 2 miliar dolar AS.
Sumber pemerintah Taiwan mengakui, Taiwan memiliki lima sistem senjata yang sedang menjalani proses tersebut. Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dan Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat memiliki hak untuk meninjau, dan memblokir, penjualan senjata di bawah proses peninjauan informal sebelum Departemen Luar Negeri mengirimkan pemberitahuan resminya ke cabang legislatif.
Para pemimpin komite diberitahu, penjualan senjata yang direncanakan telah disetujui Departemen Luar Negeri AS yang mengawasi penjualan militer asing.
Sebelumnya pemberitahuan informal telah dikirim ke Kongres untuk peluncur roket berbasis truk yang dibuat oleh Lockheed Martin Corp yang disebut Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), rudal udara-ke-darat jarak jauh yang dibuat oleh Boeing menyebut SLAM-ER, dan pod sensor eksternal untuk jet F-16 yang memungkinkan transmisi citra dan data real-time dari pesawat kembali ke stasiun darat.
Ketika ditanya tentang tahapan pemberitahuan Kongres hari Selasa, Kedutaan Besar China di Washington merujuk pada pernyataan sebelumnya dari juru bicara kementerian luar negeri China Zhao Lijian.
Zhao mengatakan penjualan senjata AS ke Taiwan sangat merusak kedaulatan dan kepentingan keamanan China. Dia mendesak Washington segera membatalkan rencana tersebut."China akan membuat tanggapan yang sah dan perlu sesuai dengan bagaimana situasi berkembang." kata Zhao.
China menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak yang telah berjanji bersatu kembali dengan China daratan, dengan kekerasan jika perlu. Namun, Washington menganggapnya sebagai pos terdepan demokratis yang penting dan diharuskan hukum untuk menyediakan sarana untuk mempertahankan diri.
Pada Agustus, seorang pejabat Taiwan mengatakan, sedang mendiskusikan perolehan kemampuan termasuk ranjau laut bawah air dan kemampuan lain untuk mencegah pendaratan amfibi, atau serangan langsung. Sumber Taiwan mengatakan Taiwan tidak mencari ranjau laut dari Amerika Serikat, dan transfer teknologi ke Taipei untuk produksi dalam negeri untuk berbagai kemampuan senjata telah didiskusikan.
Washington sangat ingin melihat Taiwan meningkatkan kemampuan pertahanannya dalam menghadapi langkah China yang semakin agresif menuju pulau itu. Berbicara minggu lalu, penasihat keamanan nasional AS, Robert O'Brien, mengatakan Taiwan perlu mengubah dirinya menjadi landak untuk menjelaskan kepada China risiko upaya penyerbuan.
Dia mengatakan, Taiwan perlu berinvestasi dalam kemampuan termasuk lebih banyak rudal jelajah pertahanan pesisir, ranjau laut, kapal serang cepat, artileri bergerak, dan aset pengawasan canggih.