Eropa Terancam Lagi karena Dejavu Lockdown

Ekonomi Eropa kontraksi hingga 11,8 persen pada kuartal kedua 2020 secara kuartalan.

AP / Virginia Mayo
Refleksi deretan rumah di Bruges selama masa lockdown guna mencegah penyebaran coronavirus atau COVID-19, Belgia, Rabu (13/5). Pembatasan selama masa lockdown akibat pandemi COVID-19 membuat sektor pariwisata mengalami penurunan pengunjung di beberapa Negara di Eropa menjelang musim panas atau musim berlibur.
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perekonomian Eropa kembali terancam karena peningkatan kasus Covid-19, padahal baru saja bisa bernafas setelah resesi terdalam dalam sejarah modern. Ini berarti, pemulihan ekonomi akan semakin lama seiring dengan meningkatnya kembali potensi pengangguran dan kebangkrutan korporasi yang meningkat.


Restoran, penerbangan, dan bisnis lainnya kembali terpukul karena pembatasan ulang. Para pemangku kepentingan kembali harus meminum pil pahit ini karena pasien infeksi terus memenuhi rumah sakit.

Ekonomi Eropa kontraksi hingga 11,8 persen pada kuartal kedua 2020 secara kuartalan. Sekitar 1,5 juta orang jadi pengangguran baru selama pandemik. Pemerintah masing-masing negara menggelontorkan ratusan miliar euro untuk membuat 45 juta pekerja tetap bertahan.

"Ini adalah bencana," kata seorang pengusaha restoran di Frankfurt, Jerman, setelah pemerintah putuskan jam malam pukul 11. Menurutnya, bahkan tanpa pembatasan pun pengusaha sulit bertahan.

Di negara seperti China, krisis ekonomi bisa teratasi karena keberhasilan mengendalikan pendemi. Kepala Ekonom di Allianz, Ludovic Subran mengatakan ada risiko tinggi pada ekonomi Prancis, Spanyol, dan Belanda yang diproyeksikan mencatat pertumbuhan ekonomi minus di kuartal akhir 2020.

Risiko juga membayangi Italia, Portugal, dan Jerman yang mengalami kenaikan tingkat infeksi. Meski diperkirakan kondisi ekonominya akan lebih berdaya tahan.

"Kami melihat akan ada potensi resesi double di negara-negara yang akan kembali lockdown," katanya dilansir AP News, Senin (19/10).

Pemerintahan merespons dengan upaya mempertahankan para pekerja. Sejumlah program bantuan gaji digelontorkan. Di Prancis dan Inggris, jumlahnya hingga satu per tiga gaji dan di Jerman sebesar 20 persen.

Pemerintah juga memberikan bantuan tunai pada keluarga dan insentif pada pemilik usaha. Dengan adanya pembatasan, pemerintah kembali merancang bantuan bagi yang terimbas.

Uni Eropa telah mengalokasikan 750 miliar euro atau 880 miliar dolar AS bantuan finansial pada negara anggota agar bisa bertahan. Bank Sentral Eropa menginjeksi pasar sebesar 1,35 triliun euro atau 1,6 triliun dolar AS, terutama bagi negara-negara yang lemah finansial seperti Spanyol dan Italia.

"Saya telah menyangka akan ada lagi pembatasan, banyak orang yang tidak cukup bertanggung jawab, sehingga mereka yang baik harus ikut membayar," kata seorang warga Paris, Ludovic Nicolas-Etienne.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler