Penelitian: Obat Kumur Mampu Nonaktifkan Virus Covid-19

Namun, penelitian tidak rekomendasikan obat kumur untuk lindungi diri dari Covid-19.

Pixabay
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa obat kumur yang diencerkan ternyata dapat menonaktifkan virus Covid-19 pada manusia (Foto: ilustrasi virus Covid-19)
Rep: Andrian Saputra Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa obat kumur yang diencerkan ternyata dapat menonaktifkan virus Covid-19 pada manusia. Meski demikian, penelitian ini tidak merekomendasikan dalam penggunaan obat kumur untuk melindungi diri dari virus Covid-19.

Para ilmuwan dalam penelitian ini menggunakan bentuk virus corona yang disebut HCoV-229e, bukan SARS CoV 2 yang menjadi penyebab dari Covid-19. Meski demikian, para peneliti menyebutkan kedua virus ini serupa secara genetik.

Baca Juga



Tim dari Penn State University mengekspos sel hati manusia dengan larutan campuran yang mengandung HCoV-229e dan obat kumur. Produk obat kumur yang digunakan, yakni jenis obat hidung dan sampo bayi yang diencerkan hingga satu persen. Pengujian mengungkapkan bahwa semua produk efektif dalam menonaktifkan virus.

Namun, tingkat efeknya bervariasi di antara produk. Hal itu bergantung pada berapa lama produk bersentuhan dengan virus.

"Dengan waktu kontak satu dan dua menit, larutan sampo bayi satu persen mampu menonaktifkan lebih dari 99 persen virus," tulis para peneliti dalam makalah mereka seperti dilansir Science Alert pada Rabu (21/10).

Peneliti menemukan di antara larutan oral, banyak produk yang diuji menonaktifkan 99,99 persen virus setelah 30 detik. Ketika waktu inkubasi bertambah lama dari itu (satu dan dua menit), para peneliti tidak dapat mendeteksi virus menular yang tersisa di dalam sel.

Temuan itu mendukung penelitian sebelumnya dari Jerman yang diterbitkan pada Juli lalu. Penelitian Jerman tersebut juga menyarankan paparan obat kumur dapat secara menonaktifkan virus corona. Perlu diperhatikan juga bahwa penelitian di Jerman menggunakan SARS-CoV-2 dalam percobaan yang serupa dengan penelitian Penn State.

"Uji klinis diperlukan untuk menentukan apakah produk ini dapat mengurangi jumlah pasien positif virus Covid atau mereka dengan pekerjaan berisiko tinggi yang dapat menyebarkan virus saat berbicara, batuk, atau bersin. Bahkan, jika penggunaan solusi ini dapat mengurangi transmisi hingga 50 persen, itu akan berdampak besar, " tutup ahli mikrobiologi Craig Meyers, penulis pertama studi tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler