Selain Pandemi, Wapres Ungkap Tiga Tantangan Umat Islam
Umat menghadapi persepsi Islam dianggap sebagai agama konflik dan kekerasan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, ada tiga tantangan besar yang dihadapi umat Islam selain adanya pandemi Covid-19. Pertama, kata Ma'ruf, umat Islam saat ini menghadapi persepsi Islam dianggap sebagai agama konflik dan kekerasan.
Ia menjelaskan, persepsi itu muncul dan berkembang karena berbagai konflik banyak terjadi di negara muslim, khususnya di Timur Tengah.
"Sekitar 60 persen konflik di dunia melibatkan negara-negara Islam," kata Ma'ruf saat hadir pembukaan Seminar Internasional Santri Millenial 2020, Kamis (22/10).
Tak hanya itu, Islam bahkan dipersepsikan sangat buruk di masyarakat Barat. Ma'ruf menyebut, hasil survei Pew Research tahun 2017 lebih dari 41 persen warga Amerika Serikat melihat Islam mendorong terorisme dan kekerasan dan hampir 50 persen sebagian warga muslim adalah anti Amerika. Begitu juga di Eropa, dari hasil survei di 10 Negara Eropa tercatat lebih dari 50 persen warga Eropa memandang Islam secara negatif.
Ma'ruf juga menyesalkan pendidikan Islam atau madrasah dianggap sebagai tempat pembibitan ideologi ekstrem. Menurutnya, generalisasi negatif terhadap madrasah diperoleh hanya karena orang Barat melihat beberapa pelaku teroris merupakan alumni madrasah.
"Cara pandang yang selalu menggeneralisasi dan negatif ini harus kita lawan. Namun disaat yang sama umat juga perlu introspeksi," katanya.
Sementara, tantangan kedua umat Islam yaitu meningkatnya tren Islamophobia di berbagai belahan dunia. Ia mencontohkan, serangan atau pelecehan terhadap muslim di AS meningkat dari tahun ke tahun yakni terhitung 2016 meningkat 36 persen jika dibandingkan tahun 2001.
"Pengalaman yang sama juga terjadi di Eropa, pada tahun 2017, rata-rata 1 dari 3 muslim yang disurvei mengalami diskriminasi dan prasangka buruk," katanya.
Sedangkan, tantangan ketiga lainnya adalah kondisi sosial dan ekonomi umat Islam yang masih sangat memprihatinkan. Ia mengatakan, data tahun 2018 menunjukan hanya 31 negara dari 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang memiliki tingkat literasi di atas 90 persen.
Sementara, 350 juta orang di negara-negara OKI hidup di bawah 1,25 dolar per hari dengan tingkat rata-rata pengangguran di negara OKI 6 persen di tahun 2018, atau di atas rata-rata pengangguran dunia yang 5,1 persen.
"Data-data di atas saya angkat untuk menunjukkan betapa masih besarnya PR atau pekerjaan rumah kita semua untuk memajukan umat Islam," ungkapnya.
Atas dasar itu, Ma'ruf menilai Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, mempunyai tanggung jawab menjelaskan ajaran Islam sesungguhnya, yakni rahmatan lill aalamin, yaitu Islam yang wasatiyah dan tentu Islam ahlusunnah wal jama’ah.
Ia mengatakan, peran pesantren dan para santri juga dapat menjadi bagian untuk menjelaskan hal tersebut.
"Pesantren menjadi tempat belajar sekaligus tempat pembinaan karakter dapat menyampaikan lebih banyak narasi tentang toleransi atau kerukunan, sikap cinta kepada sesama, termasuk nasionalisme, patriotisme dan bela negara," katanya.