Pemerintah Buka Opsi Ekspor Minyak dari Lapangan Banyu Urip
Produksi Lapangan Banyu Urip tak mampu diserap sepenuhnya oleh Pertamina.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurunnya permintaan atas minyak menyusul dampak pandemi covid-19 memaksa Lapangan Banyu Urip mengalami oversupply. Hal ini disebabkan oleh produksi Lapangan Banyu Urip tak mampu diserap sepenuhnya oleh Pertamina.
Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Arief S Handoko bilang jika stok crude Banyu Urip tak berhasil dijual maka pengurangan produksi bisa terjadi.
"Kenapa tidak bisa terjual, karena Pertamina punya stok banyak dan demand berkurang karena Covid-19. Pesawat juga berkurang penerbangan," ungkap Arief dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/10).
Arief menambahkan, selama ini Pertamina selain masih mengimpor crude juga masih mengimpor produk Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan demand yang menurun maka penyerapan crude domestik dari Banyu Urip akan sulit dilakukan.
Kendati demikian, Arief mengungkapkan pengurangan produksi tidak ideal dilakukan pasalnya saat ini tercatat kebutuhan crude dalam negeri jumlahnya dua kali lipat dari produksi yang bisa dihasilkan di Indonesia.
Jumlah impor crude pun juga disebut lebih besar dari kemampuan produksi, sehingga pengurangan produksi dirasa kurang tepat dilakukan.
Untuk itu, Arief memastikan pihaknya membuka opsi mengekspor crude produksi Lapangan Banyu Urip. "Sudah ketemu KPK untuk izin atau minta pendapat apabila kita lakukan ekspor harga dibawah ICP dan libatkan beberapa pihak agar jaga compliance atau isu yang akan hadir dikemudian hari," pungkas Arief.
Dihubungi terpisah, VP Coorporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman membenarkan hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa produksi minyak yang rencananya akan diekspor adalah bagian pemerintah yang dikelola pemerintah.
"Untuk ekspor minyak mentah Banyu Urip hanya yang bagian pemerintah yang dikelola Pertamina dan nantinya tergantung dari harga pasar, namun saat ini menunggu approval dari pemerintah karena sifatnya penugasan dari Pemerintah," ujar Fajriyah kepada Republika, Ahad (25/10).
Ia juga mengakui memang saat ini Pertamina mengalami penurunan serapan minyak mentah dari lapangan dalam negeri. Pengurangannya bahkan mencapai 20 persen jika dibandingkan kondisi normal.
"Karena memang terdapat akumulasi kelebihan stok seiring penurunan demand BBM semasa pandemi," ujar Fajriyah.