Siapakah yang Dimaksud Ulama Suu' atau Jahat?
Ulama klasik menjelaskan kriteria yang dimaksud ulama suu'
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pimpinan Pesantren Tahfizh Mutiara Darul Qur'an Ustadz, Teguh Turwanto, menyampaikan ciri-ciri tabiat ulama yang jahat (ulama su). Menurutnya ciri-ciri tersebut seperti dikutip dari kitab Tafsir Ibnu Katsir dan kitab Faydh al-Qadir.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih."(QS At-Taubah: 34).
Dalam Tafsir As-Saddi, al-ahbar menurut istilah adalah orang Yahudi, sedang ar-ruhban adalah menurut istilah di kalangan orang-orang Nasrani. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan firman-Nya:
لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ
"Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendata mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?" (QS Al-Maidah: 63).
Ar-Ruhban adalah ahli ibadah di kalangan orang-orang Nasrani, sedangkan ulama mereka disebut pastur, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
"Yang demikian itu disebabkan di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib." (QS Al-Maidah: 82).
Makna yang dimaksud kata Ustaz Teguh ialah perintah untuk waspada terhadap ulama su' ulama yang jahat dan ahli ibadah yang sesat.
Seperti dikatakan Sufyan ibnu Uyaynah: "Orang yang rusak dari kalangan ulama kami, maka dia lebih mirip dengan orang Yahudi dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kami, maka dia lebih mirip dengan orang Nasrani.'" Di dalam sebuah hadits sahih disebutkan:
لَتَرْكَبُنَّ سَنَن مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْو القُذّة بالقُذّة". قَالُوا: الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: "فَمَنْ؟ ". وَفِي رِوَايَةٍ: فَارِسَ وَالرُّومَ؟ قَالَ: "وَمَن النَّاسُ إِلَّا هَؤُلَاءِ؟ "
Sesungguhnya kalian benar-benar akan meniru perbuatan orang-orang sebelum kalian, satu langkah demi satu langkah. Para sahabat bertanya, "Apakah yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?" Nabi SAW menjawab, "Lalu siapa lagi?" Menurut riwayat lain, mereka mengatakan Persia dan Romawi, maka Nabi SAW menjawab, "Lalu siapa lagi kalau bukan mereka?"
Makna yang dimaksud ialah peringatan agar kita jangan meniru mereka dalam ucapan dan keadaan kita. Allah SWT telah berfirman:
لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ "Benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah." (QS At-Taubah: 34)
Demikian itu karena mereka (para rahib dan orang-orang alim Yahudi) menukar agama mereka dengan duniawiyah, dan mereka memakan harta para pengikutnya melalui kedudukan dan kepemimpinan mereka, seperti yang terjadi di kalangan orang-orang alim Yahudi di masa Jahiliyah, mereka mempunyai kehormatan tersendiri, dan mereka membebankan kepada para pengikutnya untuk membayar upeti, hadiah, serta pajak untuk kepentingan diri mereka sendiri.
Setelah Allah mengutus Rasul-Nya, mereka tetap menjalankan kesesatan, kekufuran, dan keingkaran mereka karena ketamakan mereka untuk mempertahankan kedudukan tersebut. Tetapi Allah memadamkan¬nya dengan nur (cahaya) kenabian, mencabutnya dari mereka, memberi ganti mereka dengan kehinaan dan dipandang remeh, serta mereka kembali dengan membawa murka dari Allah SWT. Dia berfirman:
وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ “Dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS At-Taubah: 34)
Ustadz Teguh mengatakan, yakni di samping mereka memakan barang yang haram, mereka juga menghalang-halangi manusia supaya jangan mengikuti jalan yang benar; dan mencampuradukkan perkara yang hak dengan perkara yang batil, lalu menampakkan di kalangan orang-orang bodohnya bahwa mereka menyeru kepada kebaikan, padahal kenyataannya tidaklah seperti apa yang mereka duga. Bahkan mereka adalah para penyeru kepada neraka, dan kelak di hari kiamat mereka tidak akan mendapat pertolongan.
Al Allamah Al-Minawi dalam Faydh al-Qadîr Syarah Jami’ Shogir dari Imam Syuyuthi, mengatakan, “Bencana bagi umatku (datang) dari ulama sû’, yaitu ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan.
Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasaka hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat, mereka mengikuti ucapan- ucapan dan perbuatan-perbuatannya.
Ia memperindah penguasa yang menzalimi manusia dan gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.” ( Faydh al-Qadîr , VI/369.)