Jelang Pemilu, Warga Kulit Hitam AS Ikut Kelas Menembak
Warga kulit hitam cemas karena Trump menolak untuk mengecam supremasi kulit putih
REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO — Menjelang pemungutan suara pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), Phyllis Delrosario mengatakan perasaannya terombang-ambing dari bersemangat menjadi depresi. Ia mencari cara untuk tinggal di negara lain apabila Presiden AS Donald Trump terpilih kembali.
"Saya hanya merasa saya terpapar ketegangan ini sepanjang waktu dan kekacauan dan kegelisahan 'apa yang selanjutnya ia hancurkan?" kata perempuan berusia 73 tahun itu, Selasa (3/11).
Dalam debat yang terakhir, Trump menolak untuk mengecam supremasi kulit putih. Ia mengatakan kelompok ekstrem kanan untuk 'tahan dan tunggu' atau stand back dan stand by.
Sebagai perempuan kulit hitam, Charlotte Moss menjadi semakin gelisah dengan ancaman kelompok-kelompok milisi bersenjata supremasi kulit putih. Perempuan 64 tahun yang tinggal di Oakland County, Michigan itu tidak pernah memiliki senjata sebelumnya.
Namun satu bulan yang lalu ia membeli senjata api untuk pertama kalinya. Ia mengikuti kelas di Asosiasi Nasional Senjata Api Afrika-Amerika cabang Detroit.
Chad King memulai klub menembak itu pada 2017 dan kini anggotanya berkembang menjadi 201 orang. Demi menurunkan ketegangan, beberapa pekan sebelum hari pemungutan suara jadwal ia menggelar dua kelas. Pendaftaran kelas itu penuh dalam tiga hari.
Michelle McDonald kedinginan saat menyerahkan suaranya untuk Biden di Macomb County pekan lalu. Ia merasa cemas saat berjalan menuju kantor petugas pemungutan suara. Namun ia merasakan harapan setelah keluar dari kantor tersebut.
"Saya melakukan bagian saya, saya memiliki keyakinan apa pun yang terjadi akan menjadi lebih baik, Tuhan bersama kami semua," katanya.