Angka Kematian Covid-19 di Indonesia Masih Tinggi
Persentase kematian secara nasional sebesar 3,4 persen masih di atas rata-rata dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati
Angka kematian Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Persentase kematian secara nasional sebesar 3,4 persen bahkan masih di atas rata-rata angka kematian di dunia sebesar 2,5 persen.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kasus meninggal nasional secara kumulatif hingga Kamis (5/11), mencapai 14.348 orang. Wiku meminta pemerintah daerah dengan persentase kematian tinggi untuk meningkatkan angka testing atau pemeriksaan dan juga pelacakan harian. Ia mengatakan, testing dan tracing merupakan solusi untuk menekan persentase kematian.
“Perhatian kepada daerah dengan persentase kematian yang masih tinggi untuk meningkatkan angka testing dan tracing harian,” ujar Wiku saat konferensi pers, Kamis (5/11).
Wiku menyampaikan, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada provinsi dengan tren peningkatan kasus kematian. Daerah seperti Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Bali, Riau, dan Kalimantan Timur cenderung mengalami persentase kematian setiap pekannya.
Peningkatan paling tinggi pun tercatat di Kalimantan Timur yang semula berjumlah 1,49 persen pada 27 September menjadi 3,42 persen pada 1 November. Selain itu, Bali juga mengalami peningkatan yang semula berjumlah 2,97 persen pada 27 September menjadi 3,29 persen pada 1 November.
“Meskipun lebih banyak yang mengalami penurunan, namun tren kasus kematian tetap perlu menjadi perhatian utama agar dapat terus ditekan hingga tidak ada kematian sama sekali dan seluruh kasusnya sembuh,” jelas dia.
Wiku mengatakan, perkembangan kasus kematian kumulatif dari awal pandemi hingga saat ini bervariasi di sejumlah provinsi. Di beberapa daerah tercatat mengalami tren penurunan persen kasus meninggal seperti di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua, Aceh, dan Sumatera Barat.
“Namun, untuk Sulawesi Selatan, Papua, Aceh, dan Sumatera Barat pada pekan terakhir ini mengalami sedikit peningkatan dari pekan sebelumnya,” kata Wiku.
Sebanyak 90 persen orang yang meninggal dunia akibat terinfeksi Covid-19 ternyata memiliki penyakit penyerta (komorbid). Dokter Spesialis Penyakit Dalam Candra Wiguna menjelaskan, Covid-19 memiliki gejala klinis yang sangat luas, mulai dari yang tidak bergejala sampai yang bergejala berat, bahkan bisa menyebabkan kematian.
"Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan beberapa bulan ini menunjukkan total pasien yang menderita Covid-19 yang bergejala berat, bahkan sampai meninggal dunia ternyata lebih dari 90 persen di antara mereka juga memiliki komorbid. Selain itu kematian juga bisa terjadi akibat penderita sudah lanjut usia," ujarnya saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Cegah Covid-19 Pada Orang dengan Komorbid, Kamis (5/11).
Candra menambahkan, komorbid bisa membuat gejala klinis Covid-19 lebih buruk karena menurunnya fungsi organ tubuh hingga daya tahan dalam dirinya. Ia menyebutkan, orang yang menderita penyakit-penyakit seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes mellitus (DM) membuat daya tahan tubuh lebih rendah dibandingkan orang yang tidak memiliki DM atau darah tinggi.
Tak hanya itu, ia menyebutkan penderita penyakit kardiovaskular atau jantung dan pembuluh darah, bahkan paru juga menyebabkan fungsi organ tubuhnya seperti jantung, paru mengalami penurunan dibandingkan yang belum mengalami penyakit tersebut. Kemudian, ketika orang memiliki komorbid ini terinfeksi Covid-19 ternyata bisa merasakan sesak napas.
"Sehingga yang memiliki komorbid bisa mengalami gejala yang memberat dan meninggal dunia. Sedangkan kalau tidak memiliki komorbid biasanya gejalanya lebih ringan, hanya gejala umum seperti demam, sakit di sendi dan batuk ringan," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta orang yang punya komorbid harus lebih mengusahakan menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu menjaga jarak, mencuci tangan memakai sabun, kemudian memakai masker. Candra menegaskan, upaya ini tetap menjadi kunci pencegahan penularan.
Tak hanya itu, Candra juga berharap penderita komorbid ini bisa mengendalikan penyakitnya. Misalnya, penderita hipertensi bisa berkonsultasi dengan dokternya dan membahas dosis minum obat penurun darah tinggi sampai mencapai target tensimeter yang diinginkan.
Demikian juga diabetes, pasien bisa bertanya pada sang dokter mengenai meminum obat sampai gula darahnya terkendali, demikian juga jantung diharapkan bisa berkonsultasi dengan dokternya. Terkait banyak pasien khawatir datang ke rumah sakit karena takut bisa terinfeksi Covid-19 di fasilitas kesehatan, ia menyebutkan konsultasi virtual telemedicine bisa menjadi terobosan upaya baru.
Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Bidang Perubahan Perilaku Turro Wongkaren meminta seluruh lapisan masyarakat, baik yang memiliki komorbid dan tidak memang kini harus mengubah perilaku menerapkan protokol kesehatan.
"Namun, untuk komorbid bisa lebih hati-hati saat keluar rumah. Kemudian terapkan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan memakai sabun (3M)," ujarnya, dalam diskusi yang sama.
Tak hanya itu, Turro meminta penderita komorbid menerapkan iman, imun, dan aman. Ia menhelaskan iman yaitu terkait diri sendiri berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Turro meminta masyarakat menjaga hati tetap gembira dan tetap berdoa karena apa pun yang terjadi di luar kehendak manusia. Diharapkan kepercayaan semacam ini menimbulkan ketenangan hati dan hati menjadi gembira.
Kedua, dia melanjutkan terkait imun yang membuat daya tahan tubuh lebih tinggi, misalnya tidur cukup, berolahraga ditambah minum berbagai multivitamin khususnya C, B Kompleks, dan D dan beberapa mineral seperti Zinc. Ia menambahkan, jika iimun rendah biasanya lebih rentan terinfeksi dan kalau komorbid sudah terinfeksi bisa lebih berat kondisinya.
"Jadi, upaya ini perlu ditingkatkan dalam semua hal," katanya.