Ternyata Penista Nabi di Eropa Bisa Dipidana, Hanya Saja...
Sistem hukum di Eropa memungkinan penista nabi dihukum dengan pasal lain
REPUBLIKA.CO.ID, Apa yang bisa kita lakukan jika sebuah penerbitan pers di Eropa Barat melakukan penghinaan? Demo di depan kedutaan, membakar bendera negara, atau tindakan lain yang mungkin bisa bersifat anarkis, tidak akan menyelesaikan persoalan. Lalu, apa solusinya?
Menurut hemat penulis, pendekatan hukum dapat menjadi solusi yang ampuh. Banyak kasus penghinaan bisa diselesaikan melalui sidang pengadilan. Pihak penerbit harus menanggung denda yang besar karena kalah dalam sidang. Penulis optimis kasus ini bisa dibawa ke pengadilan karena sistem hukum di negara Eropa Barat baik menjadi anggota Uni Eropa atau bukan, hampir sama saja.
Saat menuntut ilmu jurnalisme di Universitas Fribourg, Swiss, penulis juga mempelajari Hukum Komunikasi yang juga menguraikan aturan hukum yang memberi kebebasan kepada pers, tetapi juga yang dapat menjatuhkan hukuman kepada penerbitan pers. Peraturan hukum Swiss tidak berbeda jauh dengan negara Eropa lainnya.
Jika dalam satu kasus penghinaan atau lainnya yang melanggar hukum, maka sang penulis, atau karikaturis --jika itu karikatur-- adalah orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran itu. Kalau karikaturisnya menghilang, misalnya, maka pemimpin redaksi penerbitan dapat dijatuhi hukuman atau orang lain yang bertanggung jawab atas penerbitan itu (Pasal 27 Hukum Pidana setempat). Pasal lain juga bisa diberlakukan menyangkut pelanggaran atas kehormatan, atau melawan kerahasiaan atau domain pribadi. Pelakunya bisa dijatuhi hukuman enam bulan penjara atau denda (Pasal 173).
Atas kasus penghinaan kepada Rasulullah Muhammad SAW, karena beliau telah berada di Rahmatullah, Pasal 175 bisa dikenakan karena penghinaan kepada orang yang telah meninggal atau dinyatakan hilang. Hanya saja, hak untuk mengadu hanya boleh dari kerabat yang bersangkutan. Penghinaan dan pencemaran nama baik itu bisa berbentuk verbal atau tulisan, gambar, tingkah, atau dalam bentuk lain. Pelakunya bisa paling tidak dijatuhi hukuman penjara atau denda. Untuk delik penghinaan tindakan pidana bisa mendapatkan hukuman sampai dua tahun.
Dalam hukum pidana Swiss juga terdapat pasal (Pasal 261 bis 2) yang mengatur masalah diskriminasi terhadap seseorang atau sekelompok orang karena keterkaitan rasial, etnism, atau agama. Dalam hal seseorang membangkitkan kebencian atau diskriminasi atas hal di atas, maka pelakunya dapat dihukum penjara atau didenda. Ini juga berlaku pada penulis, atau karikaturis di media cetak.
Contoh kata-kata yang bisa dijerat dengan pasal di atas adalah, misalnya ''Yahudi babi'', ''Orang Yugo semuanya kriminal'', atau ''Orang Muslim mencemari negeri kami''. Prinsipnya adalah merendahkan atau melakukan diskriminasi yang bisa menurunkan kehormatan seseorang. Tindakan seperti ini juga mendapat ganjaran pidana penjara atau denda.
Di Eropa Barat berlaku juga apa yang disebut Konvensi HAM Eropa. Di dalam konvensi ini juga diatur perihal kebebasan pers beserta hal yang bisa menjerat pers dalam perkara hukum.
Konvensi HAM ini menganggap kebebasan berpendapat adalah salah satu fondasi penting dalam masyarakat demokratis. Prinsip ini berlaku sama baik bagi media cetak maupun elektronik yang ''menyebarkan informasi dan ide atas masalah bagi kepentingan publik''. Media menjalankan peran sebagai 'anjing penjaga' publik, tapi bukan berarti bisa melakukan apa saja.
Pasal 10 Konvensi HAM Eropa bisa mengatur kebebasan ini tetapi sejauh tidak menganggu penguasa publik atau memperhatikan batas negara. Pelaksanaan hak ini bisa tunduk pada formalitas berupa pembatasan yang dibolehkan menurut hukum dalam kaitan dengan keamanan nasional, kesatuan wilayah, dan perlindungan pada hal lain, termasuk perlindungan reputasi dan hak orang lain.
Pengadilan HAM Eropa yang berhak mengadili kasus-kasus yang terjadi di semua negara Eropa Barat. Melalui prinsip perlindungan kepada reputasi dan hak orang lain, misalnya, pengadilan HAM Eropa yang berkedudukan di Strasbourg pernah mengadili perkara yang berkaitan dengan penghinaan kepada tokoh agama atau penghinaan berkaitan sentimen agama.
Salah satu contoh perkara adalah pemutaran sebuah film di Jerman yang mengabadikan sebuah pementasan teater yang pernah dilarang 100 tahun sebelumnya. Pementasan itu menunjukkan Tuhan sebagai seorang manula yang pikun, Yesus sebagai orang terbelakang mentalnya.
Pengadilan HAM Eropa akhirnya melarang pemutaran dan peredaran film ini (keputusan perkara Otto-Preminger-Institut, serta keputusan perkara lain di tahun 1996).
Melihat kasus di atas, sebaiknya kaum Muslimin melalui pengacara mengajukan tuntutan kepada karikaturis dan kepada penerbitan yang bersangkutan melalui mekanisme pengadilan HAM di Eropa. Jika hal ini hanya berlaku bagi orang yang tinggal di Eropa, maka kaum Muslimin di Eropa bisa melakukannya. Penulis optimistis bahwa pendekatan hukum ini solusi terbaik untuk kasus penghinaan atas Nabi Besar Muhammad SAW.
*Naskah bagian artikel karya Budi Nugroho yang terbit di Harian Republika pada 2006