Wali Kota Bandar Lampung Ancam Wartawan
Wali Kota mengeluarkan ancaman dan ucapan yang tidak sepantasnya kepada wartawan.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Wali Kota Bandar Lampung Herman HN mengeluarkan ancaman kepada seorang wartawan Lampung TV Dedi saat mengonfirmasi terkait dengan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pilkada Bandar Lampung, Senin (9/11). Di hadapan wartawa, Herman HN mengeluarkan ancaman dan ucapan yang tidak sepantasnya kepada wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya
Berdasarkan video yang dilansir Lampung TV, Senin (9/11) petang, Wali Kota Bandar Lampung Herman HN usai mengikuti Sidang Paripurna DPRD Kota Bandar Lampung dan menuju mobilnya. Ia dikerubuti wartawan yang ingin mengonfirmasikan berbagai masalah. Setelah selesai menjawab pertanyaan wartawan lainnya, wartawan Lampung TV, Dedi mengonfirmasi dugaan keterlibatan pejabat di Bappeda terkait dengan netralitas ASN dalam pilkada Bandar Lampung.
Wartawan Lampung TV menanyakan ihwal kepala Bappeda menyebarkan foto-foto calon pilkada (Calon Nomor 3 Eva Dwiana, istri Herman HN). Herman HN menyatakan, yang bersangkutan telah dipanggil inspektorat dan Bawaslu. "Kamu jangan ngaco-ngacolah, wartawan Lampung TV saya tahulah kamu. Jangan ngaco-ngaco berita yang benar," kata Herman membantah.
Mengenai sanksi kepada kepala Bappeda selaku bawahan wali kota, Herman HN mengatakan, hal tersebut sudah diperiksa inspektorat dan Bawaslu. "Kamu jangan ngaco, kamu pikir saya takut pada kamu. Beritakanlah kamu, saya pecahkan palak (kepala) kamu. Kamu jangan seenak-enaknya. Kamu belum tahu saya," kata Herman HN sambil menuju mobil dinasnya.
Ketua PWI Cabang Lampung Supriadi Alfian menyesalkan tindakan dan sikap seorang wali kota kepada wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya di lapangan. Menurut dia, ancaman yang disampaikan Wali Kota Bandar Lampung Herman HN kepada wartawan tidak dapat dibenarkan.
"Selaku pejabat publik, (Herman HN) seharusnya memberikan contoh yang baik. Bukannya bertindak semaunya sendiri," kata Supriadi Alfian saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (9/11).
Dia mengatakan, pejabat publik atau nara sumber memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan wartawan, namun bukan berarti hal tersebut membuatnya pejabat menjadi antikritik. Atau melontarkan jawaban dan kata-kata yang tidak sepatutnya kepada profesi wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik dilindungi undang undang.
"Harusnya berikan jawaban yang baik, bukan malah mengancam wartawannya dengan kata-kata yang tidak sepatutnya seperti memecahkan kepala wartawan," ujarnya.