Selama Ciptaker, Ada 1900 Dokumentasi Kekerasan Aparat

praktik kekerasan dilakukan oleh aparat kepolisian

Republika/Flori Sidebang
Massa demonstrasi dari elemen mahasiswa mulai berdatangan ke wilayah Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (28/10). Mereka berorasi menuntut pemerintah pusat mencabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Rep: Arif Satrio Nugroho Red: Muhammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengklaim telah menerima 1900 dokumentasi dalam bentuk foto dan video terkait tindak kekerasan aparat kepolisian selama menangani aksi massa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja tanggal 6-8 Oktober 2020.

"Berbagai dokumentasi yang kami terima menunjukkan praktik kekerasan oleh aparat kepolisian," kata KontraS sebagaimana disampaikan Peneliti KontraS Rivanlee Ananda melalui keterangannya pada Republika.co.id, Sabtu (14/11).

Praktik kekerasan itu di antaranya mengintimidasi dan merepresi massa aksi dengan memaki, menyemprotkan water cannon, menembakkan gas air mata, memukul, menendang, dan berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya secara berulang-ulang.

Korban brutalitas aparat itu, menurut KontraS berasal dari berbagai macam kalangan, mulai dari mahasiswa, aktivis, buruh, jurnalis hingga warga yang tidak ada kaitannya dengan aksi massa.

KontraS juga menemukan lola yang sam tahun lalu dalam peristiwa aksi May Day di Bandung, aksi di sekitar Bawaslu Mei 2019, sampai aksi #ReformasiDikorupsi. Pola yang dimaksud yakni adanya penggunaan kekuatan secara eksesif, tindak penghukuman tidak manusiawi, penghalangan akses bantuan hukum, dan tidak adanya pengusutan dan proses hukum yang serius kepada aparat kepolisian pelaku kekerasan sebagai bentuk koreksi terhadap kinerja lembaga kepolisian.

"Peristiwa ini menunjukkan adanya pembiaran oleh Presiden Joko Widodo terhadap tindakan sewenang-wenang dan penggunaan kekuatan secara serampangan oleh anggota kepolisian yang melanggar HAM," ujar Rivanlee.

Berdasarkan hal tersebut, KontraS mendesak Presiden Joko Widodo untuk menginstruksikan pembenahan di tubuh Polri, dimulai dari instruksi kepada Polri untuk melakukan penegakan hukum terhadap seluruh peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian dengan melibatkan lembaga pengawas eksternal, masyarakat sipil, secara independen.

Jokowi juga diminta menginstruksikan dilakukannya penegakan hukum serta memaksimalkan mekanisme koreksi baik internal maupun eksternal pada setiap Kepolisian Daerah untuk mengusut tuntas seluruh kasus kekerasan oleh kepolisian. Lalu, Jokowi harus mengevaluasi kinerja Kapolri Idham Azis perihal brutalitas aparat kepolisian dalam menangani aksi massa.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler