Perludem Ingatkan Putusan MK Soal Keserentakan Pemilu

Desain keserentakan pemilu di Indonesia haruslah yang memperkuat sistem presidensial.

Republika/ Wihdan
Deputi Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keserentakan Pemilu menjadi salah satu isu krusial di dalam RUU Pemilu yang diusulkan Komisi II DPR. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengingatkan kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 55/PUU-XVII/2019 tentang desain keserentakan pemilu.


"Intinya MK menyebutkan bahwa pemilu serentak lima kotak seperti 2019 bukanlah satu-satunya pilihan keserentakan," kata Khoirunnisa kepada Republika, Senin (16/11).

Dikatakan Khoirunnisa, MK telah menegaskan bawah desain keserentakan pemilu di Indonesia haruslah yang memperkuat sistem presidensial. Hal tersebtu sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang disepakati dalam UUD 1945.

"Menurut kami, berdasarkan putusan MK itu maka pilihan yang pas untuk keserentakan pemilu di Indonesia adalah pemilu serentak secara nasional (Presiden, DPR, DPD), dan pemilu serentak daerah (kepala daerah dan DPRD)

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR menyampaikan sejumlah isu yang dianggap isu krusial kontemporer dalam RUU Pemilu. Salah satunya yaitu isu terkait pembagian keserentakan pemilu. 

Dia mengatakan, hal tersebut berkaitan pula dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap memutuskan bahwa pileg serentak dengan pilpres. Selain itu, konsekuensi disaturezimkannya undang-undang pemilu menjadi satu juga merupakan isu krusial di dalam RUU Pemilu. Termasuk pengaturan waktu  pilkada serentak.

"Jadi, misalnya, salah satu contoh dalam undang-undang eksisting sekarang, undang-undang pemilukada, setelah pilkada serentak 2020, akan ada pilkada serentak 2024 berbarengan dengan pileg pilpres, dengan adanya konsekuensi ke satu rezim dan pembagian ini kita mengusulkan ada alternatif, pelaksanaan pemilu daerah itu dilakukan diantara dua pemilu nasional," kata Doli dalam rapat bersama baleg DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/11).

"Dan itu konsekuensinya adalah yang terdekat adalah di tahun 2027, semua pilkada serentak yang berlangsung sekarang dinormalkan. 2015-2020, 2017-2022, 2018-2023, dan kalau mau serentak nasional di 2027 di antara pemilu serentak 2024-2029," imbuhnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler