Menlu Qatar: Normalisasi Israel Rusak Kenegaraan Palestina

Saat ini diperlukan front persatuan Arab demi kepentingan Palestina.

AP/Nasser Nasser
Menlu Qatar: Normalisasi Israel Rusak Kenegaraan Palestina. Paramedis mengevakuasi seorang pria Palestina setelah bentrok dengan polisi perbatasan Israel ketika mencoba mencapai kebun zaitun untuk panen, di desa Burqa Tepi Barat, Timur Ramallah, Jumat, 16 Oktober 2020. Warga Palestina bentrok dengan polisi perbatasan Israel di Tepi Barat pada hari Jumat selama upaya mereka untuk mencapai dan memanen kebun zaitun mereka di dekat pos terdepan pemukim Yahudi.
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Menteri Luar Negeri Qatar Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menyatakan negara-negara Arab yang menjalin hubungan dengan Israel merusak upaya kenegaraan Palestina. Menurutnya, saat ini diperlukan front persatuan Arab demi kepentingan Palestina.

Baca Juga


"Saya pikir lebih baik memiliki front (Arab) yang bersatu demi kepentingan Palestina untuk mengakhiri pendudukan (Israel)," kata Syeikh Mohammed kepada Forum Keamanan Global, dilansir dari Aljazirah, Selasa (17/11).

Al Thani mengingatkan, perpecahan tidak akan membuat Israel bernegosiasi dengan Palestina dan menyelesaikan konflik selama puluhan tahun. Dia juga menyinggung negara-negara Arab yang menjalin hubungan dengan Israel.

"(Bagi negara-negara Arab yang menjalin hubungan dengan Israel), pada akhirnya terserah mereka untuk memutuskan apa yang terbaik untuk negara mereka," kata Al Thani.

Al Thani mengatakan Qatar memelihara beberapa hubungan dengan Israel hanya pada hal-hal yang menyangkut Palestina seperti kebutuhan kemanusiaan atau proyek pembangunan. Doha mendukung solusi dua negara dengan Yerusalem Timur yang diduduki sebagai ibu kota negara Palestina.

Al Thani juga menyinggung ihwal hubungan Qatar dengan negara-negara Arab beberapa tahun belakangan. Dia menyebut tidak ada pemenang dalam perselisihan 2017, yakni ketika Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan transportasi serta memberlakukan blokade darat, udara dan laut terhadap Qatar.

"Kami berharap ini akan berakhir kapan saja dan apa yang kami butuhkan saat ini adalah memiliki keterlibatan serius dalam hubungan baik dengan negara lain, dan inilah yang siap dilakukan Qatar. Tidak ada pemenang dari krisis ini dan kita semua kalah," ujarnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, UEA, Bahrain, dan Sudan menyetujui hubungan formal dalam kesepakatan yang ditengahi oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Palestina telah mengecam perjanjian ini sebagai "tikaman dari belakang" dan pengkhianatan atas tujuan mereka. Mereka khawatir langkah Bahrain dan UEA akan melemahkan posisi pan-Arab yang telah lama ada.

UEA, Bahrain dan Sudan mematahkan posisi ini, yang menuntut penarikan Israel dari wilayah yang sudah diduduki secara ilegal dan penerimaan kenegaraan Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal dengan negara-negara Arab.

Pejabat UEA mengatakan negara Teluk tetap berkomitmen pada kenegaraan Palestina. UEA mengklaim kesepakatannya dengan Israel telah menghentikan pencaplokan lebih lanjut atas tanah yang diinginkan Palestina untuk sebuah negara.

Hingga tahun ini, Israel hanya memiliki hubungan formal dengan dua negara Arab, yaitu Mesir dan Yordania, yang dibangun berdasarkan kesepakatan damai yang dicapai beberapa dekade lalu. Para pejabat AS dan Israel berharap negara-negara Arab lainnya segera menyusul setelah kesepakatan baru-baru ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler