Twindy: Waspada, Gejala Covid-19 Beragam

Twindy sebut pasien Covid-19 kritis di Indonesia lebih banyak daripada negara lain.

EPA
Dokter menggunakan pulse oxymeter untuk memeriksa saturasi oksigen pasien Covid-19. Masyarakat diminta untuk mewaspadai keluhan kesehatan apapun yang dirasakan selama pandemi Covid-19.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan virus corona tipe baru (SARS-CoV2) terus terjadi delapan bulan sejak kasus pertama ditemukan di Indonesia. Seiring waktu, gejala demi gejala baru Covid-19 ditemukan dan tiap pengidapnya mengembangkan gangguan kesehatan yang berbeda.

"Ada banyak sekali gejala yang ditimbulkan dari Covid-19 dan berbeda-beda," ujar dokter sekaligus penyintas Covid-19 Twindy Rarasati dalam konferensi virtual Forum Merdeka Barat 9 bertema 'Vaksin Sebagai Perencanaan Preventif Kesehatan', Senin (23/11).

Baca Juga


Oleh karena itu, menurut Twindy, masyarakat harus selalu waspada dengan apapun yang dirasakan oleh tubuhnya. Cermati jika ada gejala Covid-19.

"Jangan sampai merasa sehat karena tidak demam, padahal ada gejala terinfeksi Covid-19," kata Twindy yang juga influencer di media sosial.

Twindy menyebutkan, sering kali orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 kehilangan indra penciuman dan perasa, seperti dirinya. Namun, ada pula yang mengalami demam di pekan kedua setelah terinfeksi.

Pengidap Covid-19 juga bisa mengalami sesak napas. Selain itu, orang juga bisa mengalami kondisi parah, yaitu kekurangan kadar oksigen (happy hypoxia).

Pengidap Covid-19 bisa saja merasa sehat, tetapi saturasi oksigennya memburuk. Orang yang terkena happy hypoxia baru menunjukkan gejala ketika kondisinya kritis.

"Ketika dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis dan ujung-ujungnya membutuhkan ventilator dan peralatan kesehatan di unit perawatan intensif (ICU)," ucap Twindy.

Tiga gejala baru Covid-19 menurut CDC AS. - (Republika)

Menurut Twindy, kondisi pasien seperti ini lebih sulit ditangani dibandingkan mereka yang lebih awal datang berobat ke fasilitas kesehatan. Sebab, pengidap Covid-19 yang terdeteksi bisa dipantau dan diterapi agar kondisinya membaik.

"Pasien kritis di Indonesia lebih banyak kalau dibandingkan dengan prevalensi di negara-negara lain," katanya.

Oleh karena itu, Twindy meminta informasi yang benar terkait protokol kesehatan dan vaksin perlu untuk masyarakat diperbarui secara berkesinambungan. Ia membandingkan waktu dirinya terpapar virus di awal April lalu, protokol kesehatan tidak sebaik saat ini.

Twindy menilai, masyarakat saat itu juga belum sepenuhnya memahami penyakit ini seperti saat ini. "Perbarui ilmu dan informasi ini terus-menerus, karena dinamikanya cepat, apalagi nanti saat vaksin Covid-19 sudah ditemukan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler