Meninjau Ulang Euforia Vaksin Covid-19

Pemulihan keadaan secara cepat tak mungkin terjadi meski ada vaksin Covid-19.

AP Photo/Ted S. Warren
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Keberadaan vaksin Covid-19 tak berarti ekonomi akan pulih dengan segera.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Di kapal jelang tenggelam, perempuan dan anak-anak biasanya diselamatkan lebih dulu. Dalam sebuah pandemi, yang terjadi adalah sebaliknya. Orang lanjut usia (lansia) berpeluang mendapat suntikan vaksin Covid-19 lebih dulu.

Fakta ini tersibak setelah AstraZeneca pada Senin (23/11) menjadi yang terkini yang mengatakan vaksinnya menawarkan perlindungan tingkat tinggi dari Covid-19. Lansia memiliki harapan tinggi untuk segera mendapatkan vaksinasi.

Dilansir Reuters pada Selasa (24/11), warga yang berusia lebih muda harus menunggu lebih lama mendapat vaksin. Sebab, ada logika untuk memvaksinasi mereka yang paling rentan.

Komite Bersama Inggris untuk Vaksinasi dan Imunisasi memperhitungkan bahwa jika orang yang berusia di atas 50 tahun, petugas kesehatan, dan orang dengan sistem kekebalan yang terganggu divaksinasi, 99 persen kematian akibat Covid-19 akan terhindar. Estimasi itu seharusnya memungkinkan negara-negara yang telah memberlakukan pembatasan yang keras untuk mulai membuka pintu ekonomi.

Sementara itu, kehadiran beberapa vaksin yang akan datang, misalnya dari Pfizer dan Moderna, membuat hal ini menjadi prospek yang nyata. AstraZeneca mengatakan pada Senin bahwa vaksin yang dikembangkan bersama University of Oxford dapat efektif pada sebanyak 90% pasien dengan dosis yang tepat. Sedangkan vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer dan Moderna berpeluang 95 persen efektif.

Baca Juga



Hanya saja, peluncuran vaksin dengan segera tetaplah menjadi ambisi perusahaan obat. Di Inggris Raya saja, ada 3,2 juta orang berusia di atas 80 tahun yang akan menjadi orang pertama yang mengantre untuk mendapatkan vaksin.

Mengingat risiko infeksi yang tinggi, pihak berwenang enggan untuk menawarkan vaksinasi di rumah sakit dan kantor dokter.  Beberapa negara sedang menjajaki pusat drive-in untuk pemberian dosis ganda, yang harus diberikan dengan jarak satu bulan.

Untuk mencapai kekebalan kelompok, di mana virus tidak lagi menyebar, berarti sekitar 70 persen populasi harus divaksin, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Namun, mereka yang skeptis terhadap vaksin akan menjadi hambatan.

Hanya 40 persen orang Amerika mengatakan mereka akan mendaftar untuk vaksin generasi pertama. Di lain sisi, kalaupun mereka mau divaksin, orang muda dan sehat mungkin harus menunggu hingga 2022 untuk mendapatkan suntikan pertama.

Meskipun beberapa orang mungkin bersedia menanggung risiko, yang lain cenderung tetap menghindari transportasi umum dan pertemuan massal. Hal ini akan membatasi pemulihan profitabilitas perusahaan.

Analis memperkirakan perusahaan dalam indeks MSCI Global akan melaporkan penurunan laba 17 persen tahun ini, menurut data dari JPMorgan, tetapi pendapatan tahun depan akan melebihi level 2019. Terlepas dari kabar baik tentang vaksin, ekspektasi tersebut mungkin terbukti terlalu menjadi euforia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler