Kematian Ilmuwan Puncak Strategi Gagalkan Nuklir Iran

Pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh dinilai titik puncak Israel gagalkan nuklir Iran

EPA
Foto dari TV Iran IRIB menunjukkan lokasi serangan terhadap ilmuwan nuklir kenamaan Mohsen Fakhrizadeh, di Damavand, selatan Ibu Kota Tehran, Iran, 27 November 2020.
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Pembunuhan ilmuwan kunci Iran Mohsen Fakhrizadeh dinilai sebagai titik puncak dari rencana strategis Israel untuk menyabotase program nuklir Iran. Pembunuhan ini juga digadang-gadang bertujuan mencabut Republik Islam dari sumber pengetahuan yang tidak tergantikan.

Dilansir laman Times of Israel, sumber intelijen Barat yang identitasnya tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan pembunuhan ilmuwan nuklir Iran adalah puncak dari rencana jangka panjang Israel. Channel 13 melaporkan Fakhrizadeh telah menjadi target beberapa perdana menteri Israel serta beberapa direktur agen mata-mata Mossad baru-baru ini.

Fakhrizadeh meninggal dalam serangan bom dan penembakan di luar Teheran, Jumat lalu. Israel juga sudah bersiap untuk kemungkinan pembalasan Iran, karena pejabat Iran dan media AS menegaskan Israel berada di balik serangan itu. Namun hingga kini Israel belum secara resmi mengomentari masalah tersebut.

Laporan TV mengatakan Israel telah meningkatkan tingkat kewaspadaannya di kedutaan besar di seluruh dunia, sementara komunitas Yahudi di seluruh dunia juga mengambil tindakan pencegahan. Kabinet keamanan Israel akan bersidang pada Ahad (29/11) untuk pertemuan yang telah dijadwalkan sebelumnya.

Baca Juga


Belum ada kabar sejauh ini bahwa militer Israel meningkatkan tingkat kewaspadaannya di sepanjang perbatasan negara. The New York Times berspekulasi tujuan utama pembunuhan itu sebenarnya untuk menghalangi kemampuan pemerintah AS yang masuk mencapai solusi diplomatik untuk konflik dengan Iran.

Presiden terpilih AS Joe Biden telah menyatakan niatnya untuk memasuki kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Teheran yang sebagian besar telah hancur sejak Presiden Donald Trump meninggalkan kesepakatan pada 2018.

Mantan pejabat nonproliferasi Departemen Luar Negeri AS Mark Fitzpatrick menduga alasan pembunuhan Fakhrizadeh bukanlah untuk menghalangi potensi perang Iran, melainkan untuk menghalangi diplomasi. Sementara Amos Yadlin, mantan kepala intelijen militer Israel dan kepala lembaga think tank Institute for National Security Studies (INSS) saat ini, mengatakan kepada Channel 12 bahwa siapa pun yang membuat keputusan ini tahu bahwa ada 55 hari lagi di mana Gedung Putih memiliki seseorang yang melihat ancaman Iran seperti yang mereka lakukan. "Biden adalah cerita yang berbeda," katanya.

Dalam sebuah video yang diunggah ke Twitter Jumat tak lama setelah berita tentang dugaan pembunuhan muncul, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghitung berbagai pencapaian pekan ini. Dia mencatat sebagian daftar, karena dia tidak dapat memberi tahu semuanya. Namun, dia mungkin merujuk pada kunjungannya yang dilaporkan secara luas ke Arab Saudi, meski tidak dikonfirmasi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler