Jenderal Gatot Puji Habib Rizieq Seorang Nasionalis

Gatot menyimak HRS terkait Revolusi Akhlak yang menggunakan pisau analisis Pancasila.

Republika/Erik Purnama Putra
Panglima TNI periode 2015-2017 Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI periode 2015-2017 Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyampaikan ucapan terima kasih kepada Habib Rizieq Syihab (HRS), karena berkenan mengirimkan sambutan dalam peluncuran buku Sang Revolusioner yang ditulis Syahganda Nainggolan di Jakarta pada pekan lalu. Syahganda merupakan deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang kini ditahan Bareskrim Polri dengan dijerat kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menurut Gatot, menarik sekali apa yang disampaikan HRS terkait Revolusi Akhlak. Mantan KSAD tersebut mengaku menyimak apa yang disampaikan HRS, yang semuanya menggunakan pisau analisis Pancasila.


"Suatu yang sangat luar biasa yang selama ini karya Islam ternyata Revolusi Akhlak itu pisau analisisnya Pancasila. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Habib Rizieq merupakan nasionalis yang mengawal Pancasila, seperti yang dilakukan oleh KAMI dengan gerakan moral mengawal cita-cita luhur bangsa Indonesia," kata Gatot saat acara 'Dialog Nasional 100 Ulama dan Tokoh Bersama Imam Besar Al Habib Muhammad Rizieq Shihab' yang disiarkan akun channel Youtube Front TV pada Rabu (2/12).

Gatot mengingatkan, masyarakat Indonesia perlu mengingat, pertama kali bangsa ini merdeka, yang didahulukan adalah kemerdekaan. Pendiri bangsa mengucapkan, kami bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan. Menurut Gatot, kemerdekaan mengutip arti dalam bahasa Sansekertanya adalah warga negara kelas atas. Sehingga cita-cita itu wajib dilindungi  melindunga segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. "Jadi pendiri bangsa mencanangkan kita berubah dari bangsa yang dijajah menjadi bangsa kelas atas," kata Gatot.

Gatot mengatakan, Indonesia adalah national state, yang merupakan sebuah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu, contoh nyatanya adalah sila pertama Pancasila, berbunyi "Ketuhanan yang Mahaesa". Dan berbagai macam agama diakui di negara ini.  Dari berbagai warna kulit, bahasa, semuanya politik diakui," ucap mantan Pangkostrad tersebut.

Contoh lainnya, gatot Menambahkan, bangsa Indonesia memperlakukan manusianya dengan sila kedua 'Kemanusiaan yang Adil dan Beradab'. Memperlakukan manusia yang adil dan beradab tak dibeda-bedakan. Tak ada warga kelas dua dan ketiga, kata dia, lantaran semua warga Indonesia kelas satu.

"Inilah yang sama-sama kita lihat tak berlaku, tak berlaku dengan benar, ada penyimpangan, dibilang agama tak boleh berpolitik. Ingat UUD 1945, Pasal 29 ayat 1 bahwa negara berdasarkan Ketuhanan yang Mahaesa. Dengan demikian tak ada dalam usaha apapun juga sebagai orang Islam menggunakan agamanya, Katolik ya agamanya, semuanya agamanya untuk kebaikan," ucap Gatot.

Sebelumnya, HRS mengatakan, dasar negara RI yang dikenal masyarakat adalah Pancasila. Karena itu, Pancasila sesuai dengan ajaran agama Islam, dan tidak perlu dibenturkan.

"Ternyata Pancasila itu kalau kita pelajari, dari sila pertama sampai kelima, isinya itu justru spirit akhlak. Pertama bicara tentang Ketuhanan yang Mahaesa. Ketuhanan ini memberikan satu motivasi kepada seluruh bangsa Indonesia bagaimana dalam melaksanakan kehidupan berbangsa, dan bernegara wajib menjunjung tinggi norma-norma luhur Ketuhanan yang Mahaesa, ini spirit akhlak yang luar biasa. Jadi dalam Pancasila itu sendiri sebetulnya spirit akhlak sudah ada," kata HRS.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler