Ratu Elizabeth akan Divaksinasi Covid-19
Inggris memberi persetujuan darurat vaksin Covid-19 dari Pfizer dan BioNTec
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ratu Elizabeth II akan melakukan vaksinasi Covid-19 dalam beberapa pekan mendatang. Kabar itu muncul setelah Inggris memberi persetujuan darurat untuk vaksin yang dikembangkan Pfizer dan BioNTech.
Daily Mail dalam laporannya pada Sabtu (5/12) menyebut bahwa Ratu Elizabeth dan suaminya Pangeran Philip termasuk dalam kalangan yang diprioritaskan untuk diberi vaksin. Bukan karena keduanya diistimewakan sebagai keluarga Kerajaan, tapi faktor usia. Saat ini Ratu Elizabeth berusia 94 tahun, sementara Pangeran Philip 99 tahun.
Menurut Daily Mail, setelah nanti divaksinasi, Ratu Elizabeth dan Pangeran Philip bakal mengumumkannya. Hal itu guna mendorong lebih banyak masyarakat agar bersedia menerima vaksin Covid-19.
Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris mengungkapkan, vaksin yang dibuat Pfizer dan BioNTech telah tiba di lokasi yang aman di Inggris dan Belgia. Setelah pemeriksaan kualitas, termasuk penyimpanan pada suhu yang tepat, vaksin akan didistribusikan ke 50 rumah sakit di seluruh Inggris. Proses penyaluran bakal dilanjutkan ke pusat vaksinasi yang dikelola dokter ahli.
Inggris menjadi negara Barat pertama yang mulai mendistribusikan vaksin. Mereka menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer-BioNTech pada 2 Desember lalu. "Pemerintah hari ini telah menerima rekomendasi dari Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) independen untuk menyetujui vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech untuk digunakan," kata Pemerintah Inggris dalam sebuah pernyataan.
Inggris telah membeli 40 juta dosis vaksin untuk menginokulasi 20 juta warganya. Masing-masing warga menerima dua dosis. Uni Eropa telah mengkritik keputusan Inggris menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Biontech. Persetujuan dinilai terlalu cepat diberikan.
European Medicines Agency (EMA), sebuah badan yang bertanggung jawab menyetujui penggunaan vaksin untuk Uni Eropa mengatakan, prosedur persetujuan yang lebih lama lebih tepat. Lebih banyak bukti dan pemeriksaan yang perlu dilakukan daripada sekadar memilih prosedur keadaan darurat seperti Inggris.
Anggota Parlemen Eropa Peter Liese turut mengkritik keputusan "tergesa-gesa" Inggris terkait pemberian lampu hijau penggunaan vaksin Pfizer-Biontech. "Saya menganggap keputusan ini bermasalah dan merekomendasikan agar negara anggota Uni Eropa tidak mengulangi proses dengan cara yang sama," ujar tokoh yang merupakan kader partai Kanselir Jerman Angela Merkel.
Liese sepenuhnya mendukung prosedur EMA. "Beberapa pekan pemeriksaan menyeluruh oleh EMA lebih baik daripada otorisasi pemasaran darurat yang terburu-buru dari vaksin," ujarnya.