Sidebar

Sindiran Keras Umar bin Khattab pada Jamaah Haji

Monday, 07 Dec 2020 17:06 WIB
Sindiran Keras Umar bin Khattab pada Jamaah Haji. Jamaah haji berdoa di Jabal Rahmah di Arafah dengan memakai masker dan menjaga jarak sosial guna menghindari penyebaran virus corona di Arafah, Arab Saudi, Kamis (30/7/2020).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- "Yang sungguh-sungguh berhaji sangatlah sedikit, yang banyak adalah para pelancong." Pernyataan tersebut disampaikan Khalifah Umar bin Khattab pada 14 abad yang lalu, ketika melihat kondisi kaum Muslimin yang melaksanakan haji pada waktu itu.

Baca Juga


Pernyataan Umar itu ditulis Abu Thalhah Muhammad Yunus Abdussttar dalal kitabnya Kaifa Tastafidumi min al-Haramain asy-Syarifain Ayyuha az-Zair wa al-Muqim Ahwal an-Nabi fi al-Hajj. Dan judul aslinya itu dialihbahasakan menjadi  Haji, Jalan-jalan atau Ibadah oleh  Nashirul Haq dan Fatkhurozi.

Penulis berpendapat, jamaah haji saat itu mungkin besar secara kuantitas, tetapi minim kualitas. "Bayangkan apa yang akan beliau katakan bila beliau menyaksikan jumlah haji yang lebih dari dua juta orang saat ini?" katanya.

Meskipun secara volume jumlah pelaksanaan ibadah haji selalu bertambah, tetapi kualitas haji belum tentu bertambah baik. Komentar ini memang sangat provokatif, maka semestinya mampu menggugah kita yang telah berniat melaksanakan ibadah haji.

"Jadi ketika pergi ke tanah suci Mekah kita benar-benar harus datang ke sana sebagai haji, bukan sekadar pelancong atau turis yang hanya cuci mata," katanya.

Haji mabrur adalah predikat yang diperoleh oleh seseorang yang benar-benar melaksanakan haji dengan sebaik-baiknya. Karena itu, belum tentu orang yang pergi ke Makkah untuk berhaji pulang membawa predikat haji mabrur. 

Beliau mengatakan betapa ruginya kita yang telah mengorbankan segalanya untuk berhaji, pengorbanan materi yang tidak sedikit bahkan ada yang mengumpulkan biaya haji dengan susah payah bertahun-tahun. Haji juga mengorbankan fisik dan tenaga untuk melaksanakan perjalanan yang sangat melelahkan.

"Dan pengorbanan perasaan seperti harus rela meninggalkan anak dan keluarga, bersabar dengan kesulitan perjalanan dan banyak lagi pengaturan lainnya,"

"Haruskah semua pengorbanan itu hanya mendapatkan balasan sebatas cuci mata, yaitu sekadar mengetahui secara fisik Ka'bah, Arafah Mina, dan tempat-tempat suci lainnya? "

Berita terkait

Berita Lainnya