Apple Dituduh Terlibat Pelanggaran UU Tenaga Kerja di China

Pemasok Apple mempekerjakan pekerja kontrak melebihi batas yang diizinkan.

reuters
Apple
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, CHINA -- Apple dituduh telah terlibat dalam pelanggaran pemasoknya terhadap undang-undang ketenagakerjaan China. Menurut laporan dari The Information, suplier Apple secara berkala mengisi pabrik mereka dengan pekerja kontrak. Ini melanggar undang-undang ketenagakerjaan China yang mewajibkan tidak lebih dari 10 persen pekerja pabrik menjadi karyawan kontrak.

Sama seperti di AS, karyawan kontrak di China menerima gaji yang lebih rendah dan tunjangan yang lebih sedikit. Dilansir dari The Verge, Jumat (11/12), undang-undang yang membatasi penggunaan tenaga kerja pengiriman mulai berlaku pada 2014.

Baca Juga


Saat itu, Apple melakukan survei terhadap pemasoknya di China untuk menentukan berapa banyak yang sudah mematuhinya. Perusahaan menemukan di antara 362 pabrik, hampir setengahnya melebihi kuota untuk pekerja kontrak.

Terlepas dari angka itu, tidak banyak yang berubah pada 2016 dan berakhirnya masa tenggang untuk pemenuhan. Tiga mantan anggota supplier responsibility team Apple mengatakan perusahaan tidak mengambil sikap terhadap pemasoknya karena melanggar undang-undang ketenagakerjaan pekerja kontrak. Hal ini lantaran adanya kekhawatiran dampak penundaan peluncuran produk dan menguras sumber daya.

Data baru yang dikumpulkan Apple pada 2018 menunjukkan masalah terus berlanjut. Informasi mengatakan pabrik Quanta yang memproduksi Apple Watch mempekerjakan 5.000 pekerja kontrak untuk menambah tenaga kerja menjadi 18.000 pekerja. Itu sekitar 27 persen pekerja sementara, jauh di atas batas 10 persen yang ditetapkan undang-undang.

Ini bukan pertama kalinya undang-undang ketenagakerjaan dilanggar Apple. Pada 2019, Apple mengakui setidaknya sebagian dari masalah pengiriman tenaga kerja ini dalam hubungannya dengan Foxconn. Foxconn telah melampaui batas 10 persen, meski sebelumnya sudah beberapa kali setuju untuk berhenti.

Dalam kutipan dari laporan tersebut, seorang eksekutif Apple yang tidak disebutkan namanya mengakui banyak hal: “Kami mempersulit pemasok kami untuk mematuhi undang-undang ini karena pengiriman 10 persen tidak cukup untuk mengatasi lonjakan permintaan tenaga kerja”.

Apple menyadari ini adalah masalah. Namun, pemasok tetap mengambil jalan pintas untuk mempertahankan bisnis Apple.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler