Gubernur Batasi Jam Operasional Mal dan Tempat Wisata
Semua harus dievaluasi dan kontrol dari Dinas Pariwisata, Satpol PP, Kepolisian, TNI
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Guna mengendalikan penyebaran kasus Covid-19 di Jawa Tengah pada liburan akhir tahun, Gubernur Ganjar Pranowo kembali meminta pemerintah kabupaten/ kota untuk tegas melakukan pembatasan jam operasional pusat keramaian, seperti obyek wisata serta mal.
Jika para pengelola pusat hiburan tidak patuh, orang nomor satu di Provinsi Jawa Tengah tersebut meminta kepala daerah (bupati/ wali kota) untuk menutup pusat keramaian dan tujuan masyarakat tersebut.
“Apabila pembatasan sulit dilakukan maka lebih baik ditutup saja, untuk menghindari adanya kerumunan pada saat Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) nanti,” tegasnya, di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (16/12).
Gubernur ingin, sekarang semua harus dievaluasi dengan kontrol dari Dinas Pariwisata, Satpol PP, Kepolisian dan TNI, untuk kembali memberlakukan pembatasan- pembatasan, seperti objek wisata, mal, restoran dan pusat keramaian lain.
Karena itu, daerah juga harus tegas dalam upaya mengendalikan lonjakan kasus baru Covid-19 di wilayahnya, jika imbauan tersebut tidak direspon para pengelola pusat keramaian dan tujuan masyarakat tersebut.
Hingga saat ini, lanjut Ganjar, sudah ada daerah yang mulai melakukan pembatasan- pembatasan. Di antaranya Kota Semarang dengan pembatasan traffic atau Kabupaten Blora yang mulai menerapkan pembatasan jam operasional pusat keramaian.
Gubernur ingin langkah- langkah tersebut juga bias diikuti oleh kepala daerah lain, yang tingkat penyebaran Covid-19 masih tinggi. “Mudah-mudahan bupati/ wali kota yang lain --dengan kondisi lokalitasnya—juga mulai melakukan pembatasan- pembatasan,” tegasnya.
Masih dalam rangka mengantisipasi keramaian di penghujung tahun, Gubernur mengaku sudah memberikan arahan kepada bupati/ wali kota di Jawa Tengah untuk tidak menggelar berbagai kegiatan maupun acara yang berpotensi menghadirkan kerumunan.
Khususnya dengan pesta atau perayaan menyambut pergantian tahun nanti. Menurutnya arahan kepada daerah untuk tidak menggelar perayaan tersebut juga bukan berarti sama sekali tidak ada.
Perayaan tetapi bisa dilakukan misalnya, pemerintah daerah memberikan fasilitas berupa perayaan digital melalui streaming di media sosial atau bekerja sama dengan media penyiaran nasional atau lokal.
Begitu juga untuk perayaan hari besar agama. Karena beberpa waktu lalu sudah digelar pertemuan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bersama dengan para tokoh agama.
Hasilnya pun telah menyepakati adanya pembatasan, tetapi tidak menghilangkan esensi dari perayaan hari besar keagamaan itu sendiri. Harapanya perayaan hari besar agama tetap bias bisa dilaksanakan dengan khidmat.
Misalnya dengan melakukan pembatasan terhadap pengunjung tempat ibadah atau pembatasan bagi pengunjung perayaan hari besar agama, namun yang tidak berkesempatan tetap bisa berpartisipasi walaupun tidak langsung.
Melalui cara tersebut, masyarakat masih tetap bisa merayakan meskipun rasanya berbeda dengan perayaan pada tahun sebelumnya. “Semua punya kesempatan hanya saja sistemnya yang diubah. Kalau kerumun tidak kami izinkan,” tegasnya.