Hikayat Ibu Kandung Rasulullah, Aminah binti Wahb (2)
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Namun, rupanya kesederhanaan itu belum mampu disadari sepenuhnya oleh Siti Aminah. Tak sadar jika dirinya juga berdiri di antara bukit Shafa dan Marwah.
Tak sadar jika dirinya adalah wanita paling mulia yang menginjakkan kedua kakinya di atas butiran-butiran pasir yang pernah diinjak oleh seorang wanita mulia pada zamannya. Darinya akan terlahir cahaya Makkah yang kemudian memancar ke seantero muka bumi.
Bersama teman sebayanya, Siti Aminah kecil juga kerap menghabiskan waktunya untuk masuk ke Baitul Haram, melihat ma qam Ibrahim a.s. dan sumur Zamzam. Ia pergi bersama teman teman kecilnya ke sumur itu dan meminum airnya. Setelah itu, Siti Aminah kecil kembali ke Baitul Haram untuk bertawaf bersama para tha'ifin.
Kala itu, berhala-berhala masih tegak berdiri di dalam dan di sekitaran Ka'bah. Tak sedikit para penyembah berhala yang mengatakan perbuatan nista mereka itu bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.
Sementara Siti Aminah hanya bisa menyaksikan dengan penuh keraguan. Kendati demikian, dirinya tahu kakeknya Abu Kabasyah hanya bisa membiarkan, namun mengingkari berhala berhala tersebut.
Tak sungkan ia mengejek bahwa menyembah berhala tak bisa memberi manfaat atau pun madarat. Walau demikian, Siti Aminah tahu dari keluarganya bahwa Abu Kabasyah juga menyeru untuk menyembah bintang al Sya'ri sebagaimana tradisi menyembah bintang-bintang yang biasa ditempuh masyarakat Arab kala itu.
Waktu terus berlalu. Aminah binti Wahb kian dewasa. Apa yang tergambar dalam benaknya kian banyak. Sering sekali ia mendengar kabar dari para rahib dan juru ramal akan ada seorang nabi di tengah umat ini.
Para wanita Arab pun berharap nabi itu lahir dari rahim mereka. Terlebih ada bocoran nabi tersebut akan muncul di tengah masyarakat Arab, tepatnya di tengah penduduk kota Makkah.
Bersambung...