Benarkah VCO Beracun, Ini Penjelasan Pakar Pangan IPB

Menurutnya, pernyataan itu tidak utuh dan tidak lengkap.

Dok IPB University
Prof Dr Nuri Andarwulan, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.
Red: Irwan Kelana

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Akhir-akhir ini beredar informasi yang viral terkait pernyataan Prof Karin Michels, Guru Besar dari Harvard University, Amerika Serikat yang menyatakan bahwa minyak kelapa (virgin coconut oil/VCO) adalah salah satu makanan terburuk dan layaknya racun murni bagi kesehatan.


Prof Karin menyebutkan bahwa kandungan lemak jenuh pada minyak kelapa mencapai lebih dari 80 persen, lebih banyak dari lemak babi. Asam lemak yang terkandung dalam minyak kelapa juga berbahaya untuk kesehatan jantung karena meningkatkan risiko penyakit cardiovascular.

Menanggapi pernyataan tersebut, Prof Dr Nuri Andarwulan, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan menyampaikan bahwa pernyataan itu tidak utuh dan tidak lengkap.Informasi bahwa minyak kelapa merupakan racun atau toksik, menurutnya,  tidak benar. Karena tidak ada bukti ilmiah yang menyebutkan minyak kelapa dengan kandungan lemak jenuh tinggi dapat menyebabkan hal toksik.

“Apabila minyak kelapa dikatakan lebih jahat dari minyak babi maka seharusnya kandungan asam palmitat dan asam stearat-nya lebih dominan. Akan tetapi  asam palmitat dan asam stearat yang ada di minyak kelapa ini rendah. Minyak kelapa disebut jenuh, betul. Jika total angka lengkap dijumlahkan maka akan menghasilkan angka 90 persen jenuh, akan tetapi kualitas dan profil asam lemaknya berbeda dengan hewani. Mayoritas kandungan asam lemak yang terkandung dalam minyak kelapa itu 55 sampai dengan 70 persen merupakan asam lemak rantai sedang, sementara lemak jenuh yang terdapat pada hewani seluruhnya adalah rantai lemak panjang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/12).

Untuk itu pakar teknologi pangan ini menekankan bahwa harus dilihat dulu profilnya, karena asam lemak rantai sedang dan asam lemak rantai panjang itu berbeda. Kelompok asam lemak rantai sedang, sepertiganya dibakar, sepertiga menjadi  rantai panjang dan sepertiganya lagi menjadi  trigliserida. Sementara asam lemak rantai panjang yang terdapat dalam produk hewani pasti semuanya menjadi kolesterol.

“Sehingga tidak bisa kandungan asam lemak minyak kelapa disamakan dengan asam lemak  yang terdapat pada minyak babi. Hal tersebut sudah terbukti secara ilmiah,” imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Prof Nuri menyampaikan tentang keistimewaan minyak kelapa yang mengandung  asam laurat yang dapat berguna sebagai antivirus dan antibakteri. Keistimewaan ini tidak dimiliki produk lain. Monolaurin yang ada di minyak kelapa bisa diserap tubuh sebagai antimikroba sehingga dapat menjaga kesehatan tubuh untuk menangkal bakteri jahat.

Monolaourin yang terdapat pada minyak kelapa, kata dia,  juga terdapat pada minyak inti sawit. Hal ini sudah dibuktikan dengan banyak studi. Bahkan,  menurutnya, dalam beberapa studi disebutkan bahwa minyak kelapa dijadikan terapi bagi pasien HIV karena minyak kelapa mengandung anti virus.

“Untuk itu, dalam merespons pernyataan saintifik maka dibutuhkan referensi ilmiah atau bukti ilmiah. Banyak bukti ilmiah yang bisa dipublikasikan terkait hal ini. IPB University siap dengan referensi ilmiah yang bisa disajikan dengan scientific opinion” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler