GeNose C19 Berpeluang Digunakan di Area Publik
GeNose C19 merupakan inovasi pendeteksi Covid-19 lewat embusan napas pertama di Indonesia yang dikembangkan oleh tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) - Anadolu Agency
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Indonesia berencana menggunakan alat pendeteksi Covid-19 lewat embusan napas, yang diberi nama GeNose C19, untuk mendeteksi cepat kasus positif di area publik. GeNose C19 merupakan inovasi pendeteksi Covid-19 lewat embusan napas pertama di Indonesia yang dikembangkan oleh tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM).
Alat ini telah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 24 Desember 2020 dan akan segera diproduksi secara massal.
“Alat ini nantinya kita dorong agar bisa dipakai di tempat publik, tempat ramai, sehingga kegiatan ekonomi bisa berjalan tapi juga mencegah potensi penularan virus,” kata Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers virtual, Senin.
Bambang mengatakan alat ini hanya akan digunakan untuk tujuan deteksi cepat, namun diagnosis kasus akan tetap bergantung pada hasil tes PCR. Selama ini, deteksi cepat Covid-19 begantung pada rapid test antibodi dan rapid test antigen yang diimpor dari luar negeri.
Bambang menuturkan GeNose C19 akan memakan biaya yang lebih terjangkau karena tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, serta sensor yang bisa dipakai untuk memeriksa puluhan ribu pasien.
Namun, Kementerian Kesehatan masih masih akan menguji validitas GeNose C19 di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untuk memastikan akurasinya sebelum memasukkannya ke dalam ekosistem pemeriksaan Covid-19.
“Uji validitas ini bukan untuk menghambat, tapi memberi masukan sehingga akurasinya lebih baik dan tingkat kepercayaan terhadap produk buatan dalam negeri juga lebih baik,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono.
Sensitivitas dan cara kerja GeNose C19
Anggota tim peneliti GeNose C19 Dian Kusumapramidya Nurputra mengatakan GeNose C19 telah melalui uji diagnosis di delapan rumah sakit dengan jumlah sampel nasofaring mencapai hampir 2 ribu. Uji diagnosis menunjukkan GeNose memiliki sensitivitas untuk membaca tanda positif Covid-19 hingga 92 persen, kemudian specificity untuk membaca tanda negatif hingga 94 persen.
“Langkah berikutnya kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memasukkan GeNose ke dalam ekosistem sistem pemeriksaan Covid-19 di Indonesia, tentunya berbasis uji diagnostik tersebut,” kata Dian.
GeNose bekerja dengan cara mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena infeksi Covid-19 melalui embusan napas ke dalam kantong khusus. Menurut Dian, telah ada penelitian di dunia yang mendukung inovasi ini bahwa embusan napas orang yang terinfeksi Covid-19 memiliki kadar VOC spesifik yang cukup tinggi.
Pola dari VOC tersebut kemudian diidentifikasi melalui sensor-sensor yang datanya diolah dengan bantuan Artificial Inteligence (kecerdasan artifisial). Hasil dari GeNose dapat diketahui dalam waktu kurang dari 5 menit dan terhubung dengan aplikasi yang menggunakan sistem cloud computing sehingga hasil diagnosis didapat secara real time.
Dian menuturkan 100 unit GeNose C19 yang ada saat ini telah habis terjual. Mereka berencana memproduksi 5 ribu unit pada Februari 2021.
Harga jual GeNose C19 dibanderol Rp 62 juta per unit, dengan harga kantong khusus sebesar Rp 6.500. Tim peneliti, lanjut dia, juga telah menerima pemesanan alat ini dari sejumlah instansi pemerintahan di dalam negeri, hingga dari perusahaan yang berbasis di Singapura.
“Target kapasitas produksi kami harus ditingkatkan sampai 10 ribu unit per bulan, mudah-mudahan bisa,” tutur dia.
GeNose C19 juga diklaim dapat mendeteksi varian baru dari virus Covid-19 karena sistem datanya yang bisa terus diperbarui karena berbasis kecerdasan artifisial. “Software dari GeNose akan selalu di-update apabila nanti terdeteksi virus Covid-19 varian baru dari pemeriksaan PCR,” ujar Dian.