Memakan Daging Hewan yang Diberi Pakan Haram, Apa Hukumnya?

Kemakruhan terjadi apabila unta yang memakan kotoran tersebut mengeluarkan bau busuk

Tahta Aidilla/Republika
Pekerja sedang membawa pakan rumput di Rumah Potong Hewan (RPH) PD Dharma Jaya, Jakarta, Kamis (16/7). Sebanyak 80 hingga 100 ekor perhari dilakukan pemotongan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Foto: Tahta Aidilla/Republika.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT menciptakan apa yang ada di bumi dan seisinya untuk dimanfaatkan bagi manusia, termasuk untuk dimakan. Berbagai macam binatang darat dan laut yang mengandung nilai protein dan gizi siap memenuhi kebutuhan hidup manusia. Belum lagi adanya sayur-mayur dan buah-buahan yang memberi keseimbangan terhadap apa yang sudah dikonsumsi dari hewan.


Saleh Al Fauzan dalam bukunya, Fikih Sehari-hari menjelaskan, hukum semua makanan adalah halal. Saleh pun mengutip pendapat Imam Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa asal usul makanan adalah halal. Khususnya jika makanan itu diupayakan dari hasil jerih payahnya yang baik. Allah SWT telah menghalalkan segala yang baik untuk dimanfaatkan sebagai sarana menolong hamba-hambanya dalam menaati-Nya, bukan berbuat durhaka. 

Allah SWT pun berfirman dalam QS al-Baqarah: 29. "Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."

Meski demikian, Allah SWT memberikan batasan bagi manusia tentang makanan yang diharamkan. Adanya batas ini sesungguhnya demi kebaikan manusia sendiri. Allah pun berfirman dengan menegaskan kehalalan segala yang baik dan memerintahkan memakan yang baik dan mengharamkan segala hal buruk. "... Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk …," (QS. Al Araf: 157).

Di dalam QS al-Baqarah: 173, Allah SWT mengharamkan bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.

Mengonsumsi makanan haram berdampak buruk bagi kesehatan. Tak hanya itu, hubungan seorang Muslim dan Tuhannya akan tersekat karena makanan yang dikonsumsinya.

Dalam hadis riwayat Muslim yang menukil dari kisah Abu Hurairah dikatakan, Nabi SAW menceritakan, seorang laki-laki pernah melakukan perjalanan panjang. Rambutnya acak-acakan dan badannya berlumpur debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit, ia berdoa. "Ya Tuhan, Ya Tuhan … (berdoa dalam perjalanan apalagi dalam kondisi seperti itu, pada umumnya akan dikabulkan Allah). Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram, dan ia selalu menyantap yang haram. (Nabi memberi komentar) jika demikian halnya, bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya?

Meski telah jelas mana yang haram dan halal, masih ada pertanyaan menyeruak ketika binatang ternak halal mengonsumsi makanan haram. Pada zaman modern seperti sekarang, beberapa produsen produk pangan ternak telah mengembangkan produk unggulan dengan konsekuensi mengandung unsur dari organ tubuh binatang yang haram. Salah satunya adalah babi. Tak hanya itu, ada juga binatang sembelihan yang diberi minuman sake sebelum dipotong.

Rekayasa tersebut dikhawatirkan dapat merusak keyakinan umat Islam sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. "Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu," (QS Al Baqarah : 168).

Dalam kaidah fikih, binatang yang mengonsumsi najis disebut jalalah. Imam al-Khatthabi mengatakan, jalalah adalah seekor unta yang memakan kotoran (jallah). Daging dan air susunya makruh dikonsumsi untuk menjaga kesucian dan kebersihan. Kemakruhan terjadi apabila unta yang memakan kotoran tersebut mengeluarkan bau busuk kotoran yang menyengat dari dagingnya.

Hal ini jika kebanyakan pangannya berasal dari kotoran. Adapun jika hewan itu digembala di padang rumput, ia memakan biji-bijian dan sedikit kotoran yang menempel pada pangannya, maka hewa itu tidak termasuk jalalah. Sebagaimana halnya ayam dan binatang-binatang lain yang memakan sedikit kotoran. Maka hewan ini tidak dimakruhkan untuk dikonsumsi.

Dari Abdullah bin Amr secara marfu, bahwasanya tidak boleh hewan jalalah itu dimakan hingga diberi pangan rumput selama 40 hari. Rasulullah pun melarang menjualbelikan sesuatu yang haram. Kaidah fikih pun berlaku, manakala bercampur yang halal dengan yang haram, maka dimenangkan yang haram.

Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi fatwa, hewan ternak yang diberikan pakan barang atau unsur bahan baku yang najis tetapi kadarnya sedikit atau tidak lebih banyak dari bahan bakunya, maka hewan itu hukumnya halal dikonsumsi, baik daging maupun susunya.

Hewan ternak tersebut jika diberikan produk pakan dari hasil rekayasa produk haram akan tetapi tidak menimbulkan dampak perubahan rasa, bau, serta tidak membahayakan konsumen, maka hukumnya halal. Namun, sebaliknya, jika menimbulkan rasa dan bau serta membahayakan konsumen maka hukumnya haram.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler