Kemenkumham Kembali Bebaskan Napi untuk Cegah Covid-19
Syarat pembebasan napi untuk cegah Covid-19 diperbarui
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen PAS Kemenkumham) kembali mengasimilasi narapidana (napi). Hal tersebut dilakukan guna mencegah penyebaran Covid-19 di dalam lapas.
"Ditjen PAS terus berusaha mengakomodir seluruh hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), terlebih di masa pandemi Covid-19 yang saat ini masih mewabah dan berdampak luas terhadap semua segi kehidupan masyarakat," kata Dirjen PAS Reynhard Silitonga dalam keterangan, Jumat (1/1).
Kebijakan tersebut sesuai dengan Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Reynhard mengatakan, permenkumham itu merupakan penyempurnaan dari Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi.
Dia menjelaskan, penyempurnaan dilakukan berkaca dari beberapa peristiwa yang terjadi setelah adanya pengeluaran narapidana dan anak di tengah pandemi. Sehingga apabila dilakukan pengeluaran napi dan anak diharapkan dapat meminimalisir pengulangan pelanggaran dan tidak muncul keresahan di tengah masyarakat.
Poin penyempurnaan yakni terkait syarat dan tata cara pemberian asimilasi dan hak integrasi, pembatasan bagi tindak pidana tertentu, mengakomodir pemberian hak terhadap WNA, serta penerbitan Surat Keputusan secara daring yang akan terakomodir dalam Sistem Database Pemasyarakatan.
Asimilasi tidak akan diberikan kepada napi dan anak yang melakukan tindak pidana narkotika, prekursor narkotika dan psikotropika, terorisme, korupsi, kejahatan atas keamanan negara, kejahatan HAM berat dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.
Asimilasi tidak diberikan kepada napi dengan tindak pidana pembunuhan Pasal 339 dan Pasal 340, pencurian dengan kekerasan Pasal 365, kesusilaan Pasal 285 sampai dengan Pasal 290 KUHP, serta kesusilaan terhadap anak sebagai korban Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Reynhard mengatakan, napi yang melakukan pengulangan tindak pidana yang sebelumnya telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap serta narapidana kasus narkotika, prekursor narkotika dan psikotropika yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun juga dipastikan tidak akan mendapatkan asimilasi.
"Ketentuan ini dikecualikan bagi narapidana kasus narkotika, prekursor narkotika dan psikotropika dengan pidana di bawah lima tahun," katanya.
Bagi narapidana yang melakukan pelanggaran terhadap syarat umum maupun syarat khusus untuk memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat (PB) cuti bersyarat (CB) cuti menjelang bebas (CMB) akan dicabut haknya. Kemudian diberikan sanksi sesuai dengan kategori pelanggaran berat serta selama menjalani asimilasi maupun integrasi tidak dihitung menjalani pidana.
Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 ini telah disosialisasikan kepada Lapas/LPKA/Rutan di seluruh Indonesia pada Rabu (30/12) secara daring. Dia berharap, kebijakan ini dapat membantu Lapas/LPKA/Rutan yang juga mengalami overcrowded sehingga tidak menimbulkan penyebaran Covid-19.