Tahun Lalu, Penerimaan Pajak Minus 19,7 Persen

Insentif pajak di masa pandemi salah satu penyebab penurunan penerimaan 2020.

Wihdan Hidayat / Republika
Mobil pelayanan pajak (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan pajak sepanjang 2020 mengalami kontraksi 19,7 persen dibandingkan 2019 menjadi Rp 1.070 triliun. Angka ini hanya 89,3 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020, yakni Rp 1.198 triliun atau terjadi shortfall Rp 128 triliun.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan pajak sepanjang 2020 mengalami kontraksi 19,7 persen dibandingkan 2019 menjadi Rp 1.070 triliun. Angka ini hanya 89,3 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020, yakni Rp 1.198 triliun atau terjadi shortfall Rp 128 triliun. 

Baca Juga


Menteri Keuangan Sri menyebutkan, penurunan penerimaan pajak menggambarkan dua hal. Pertama, Wajib Pajak (WP) mengalami penurunan kegiatan ekonomi yang menyebabkan setoran pajak ke negara menjadi berkurang.

"Kedua, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang luas, dimulai dari untuk PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 21 hingga PPh final UMKM yang ditanggung pemerintah," tutur Sri dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN 2020 secara virtual, Rabu (6/1).

Meskipun mengalami kontraksi double digit, Sri menjelaskan, realisasi penerimaan pajak tahun lalu lebih baik dibandingkan perkiraan pemerintah. Akibat pandemi, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak dapat menyusut hingga 21 persen.

Dari beberapa jenis pajak, PPh migas mengalami kontraksi paling dalam, hingga 43,9 persen. Realisasinya mencapai Rp 33,2 triliun atau 104 persen dari target di Perpres 72/2020, Rp 31.9 triliun.

Harga minyak dunia yang belum pulih dan lifting gas yang tidak mencapai asumsi menjadi faktor utamanya. Hingga akhir Desember, Sri menyebutkan, lifting gas hanya 983 ribu barel setara minyak per hari, dari target 992 ribu barel setara minyak per hari.

 

Pajak nonmigas juga mengalami penurunan signifikan, terutama dari sisi PPh. Kontraksinya mencapai 21,4 persen menjadi Rp 560,7 triliun, lebih dalam dibandingkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang turun 15,6 persen menjadi Rp 448,4 triliun.

Secara sektoral, kontraksi terlihat di seluruh sektor. Khususnya di pertambangan yang mengalami penyusutan 32,7 persen dibandingkan 2019. Hanya saja, kondisi kuartal keempat sebenarnya sedikit membaik dengan kontraksi 45,45 persen dibandingkan penurunan 64,51 persen pada kuartal III.

Industri perdagangan yang tumbuh positif 3,07 persen pada 2019, mencatatkan penurunan 18,49 persen sepanjang 2020. Situasi di kuartal IV  mengalami tren pemulihan, di mana kontraksinya berkurang dari 27,94 persen menjadi minus 20,18 persen pada periode Oktober-Desember 2020.

"Ini tentu sangat bergantung pada PSBB. Kalau ada PSBB, restriksi meningkat, pemulihan bisa disrupted," ujar Sri.

Sektor jasa keuangan pun terkena dampak. Pertumbuhan penerimaan pajak dari sektor ini minus 14,31 persen pada 2020, memburuk signifikan dari pertumbuhan positif 7,32 persen pada tahun sebelumnya. Sri mengatakan, suku bunga rendah, kredit macet yang meningkat dan penurunan permintaan kredit berakibat pada penurunan profitabilitasnya.

Sri menyebutkan, penurunan setoran pajak tidak terlepas dari tantangan ekstensifikasi dan intensifikasi selama masa pandemi. "Langkah-langkah yang dilakukan teman-teman Direktorat Jenderal Pajak untuk menjalankan tugas, menjaga penerimaan negara menjadi sangat menantang," katanya.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, pandemi menyebabkan pihaknya mengalami keterbatasan dalam pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi. Dampaknya, shortfall terjadi sangat dalam pada tahun ini.

Di samping itu, pemerintah juga memberikan berbagai insentif yang juga menjadi faktor shortfall. Suryo mencatat, insentif yang diberikan pemerintah sepanjang tahun lalu mencapai Rp 56 triliun dengan Rp 3,4 triliun di antaranya berasal dari pajak ditanggung pemerintah dan sisanya pajak yang hilang (foregone).

 

"Itu kira-kira gambaran kenapa pajak mengalami penurunan 19,7 persen pada 2020," ucap Suryo.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler