Medsos Hapus Video Trump Usai Kericuhan di Capitol

Trump terus menerus membuat klaim tak berdasar atas kecurangan pemilu lewat medsos

Will Oliver/EPA
Massa Trump menyerbu gedung Capitol Amerika Serikat dan memaksa Kongres untuk menunda sesi yang akan mengesahkan kemenangan Biden, Rabu (6/1).
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Facebook dan Youtube menghapus video Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (6/1). Langkah ini dilakukan akibat dia terus membuat klaim tidak berdasar atas kecurangan pemilu kepada pengunjuk rasa yang menyerbu Capitol AS.

Wakil presiden integritas Facebook, Guy Rosen, meyakini video tersebut berkontribusi alih-alih mengurangi risiko kekerasan yang sedang berlangsung. Dia merujuk pada demonstran yang menyerbu masuk ke dalam gedung Kongres itu. Pengunjuk rasa berusaha memaksa Kongres untuk membatalkan kekalahan presiden dalam pemilihan presiden dari Presiden terpilih dari Partai Demokrat, Joe Biden.

Rosen mengatakan tindakan penghapusan video Trump adalah bagian dari tindakan darurat yang sesuai. Video tersebut memuat gambar Trump yang terus menuduh kecurangan pemilu meski dia meminta demonstran untuk membubarkan diri.

Youtube mengatakan video itu melanggar kebijakannya terhadap konten yang menuduh penipuan atau kesalahan yang meluas mengubah hasil Pemilu AS 2020. Juru bicara Youtube, Farshad Shadloo, menyatakan perusahaan mengizinkan salinan yang menyertakan konteks tambahan.

Sedangkan Twitter telah memblokir akun Trump. Perusahaan media sosial berada di bawah tekanan karena memberikan informasi yang salah di platform selama pemilu. Trump dan sekutunya terus menyebarkan klaim penipuan pemilu yang tidak berdasar yang telah berkembang biak secara daring.

Dalam sebuah pernyataan pada Rabu, Anti-Defamation League menyerukan perusahaan media sosial untuk menangguhkan akun Trump. Mereka mengatakan peristiwa di Capitol diakibatkan dari ketakutan dan disinformasi yang telah dimuntahkan langsung dari Oval Office.

"Twitter dan Facebook harus menghentikannya. Tidak ada ekuitas yang sah tersisa dan pelabelan tidak akan melakukannya," ujar mantan kepala keamanan Facebook Alex Stamos.

Menurut para peneliti dan unggahan publik, retorika kekerasan dan saran tentang persenjataan meningkat secara signifikan dalam tiga pekan terakhir di banyak platform media sosial. Kondisi ini tercipta karena beberapa kelompok merencanakan aksi unjuk rasa untuk Rabu, termasuk pendukung Trump, nasionalis kulit putih, dan penggemar teori konspirasi luas QAnon.

Baca Juga


sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler