Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Akhirnya Jawab Pagar Laut, Ini Penjelasannya

Hingga kini, pagar laut di Tangerang belum terang siapa pemiliknya.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.
Rep: Muhammad Noor Alfian Choir Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti buka suara terkait polemik pagar laut di Tangerang yang belum terang siapa pemiliknya. Dia mengatakan, klaim pagar laut yang terbuat dari bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di laut pantai utara Kabupaten Tangerang untuk cegah abrasi, perlu dibuktikan.

Baca Juga


“Karena bilang abrasi ya, nggak apa-apa sepanjang mereka bisa membuktikan, karena semua orang bisa mengeklaim seperti itu. Tinggal kita sama-sama bagaimana itu bisa membuktikan,” ujar Eli Susiyanti di Serang, Banten, Selasa (14/1/2025).

Eli mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten tetap berpegang teguh pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023–2043, untuk pemanfaatan ruang laut dan zonasinya. Dia menjelaskan, pagar laut tersebut melewati beberapa zona yakni zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan dan zona pariwisata.

Hal tersebut, kata dia, jelas melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) dalam perda tersebut. "Sebab seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut, dalam hal ini pemagaran laut yang diklaim untuk cegah abrasi, harus berizin," kata Eli.

“Sampai saat ini pengajuan untuk mengubah RTRW itu, ke kami nggak ada pengajuan. Terindikasi ada kepentingan umum yang terlanggar,” kata dia menambahkan. Eli mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pencabutan pagar laut tersebut, sembari mengidentifikasi masalahnya.

Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 km yang terbentang di laut pantai utara (Pantura) di daerah itu dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu (11/1/2025) mengatakan, pagar laut yang kini ramai diperbincangkan di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. Menurut dia, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi.

Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur. Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami.

Ia mengungkapkan, bila kondisi tanggul laut yang baik maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, dan ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.


 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin sepanjang 30,16 km yang ada di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Penyegelan dilakukan karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

Langkah itu merupakan sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho menuturkan bahwa penyegelan pemagaran laut tersebut juga atas instruksi Presiden Prabowo Subianto serta arahan langsung dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Pemagaran laur terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km. Struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga dikasih pemberat berupa karung berisi pasir.

Panjang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan alasan mengapa pagar laut yang membentang sekitar 30 km di sepanjang pesisir Tangerang tak segera dibongkar. KKP berdalih enggan menyalahi aturan dengan terburu-buru membongkar pagar yang menjadi sorotan khalayak itu.

“Jadi saya paham kenapa tidak langsung dibongkar? Nggak bisa, langsung dibongkar karena tahapannya sekarang ini kan tahapannya disegel, dicek dulu. Kalau belum ada apa-apa kita langsung bongkar, nanti kita malah menyalahi aturan,” kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin, Selasa (14/1/2025).

Menurut Doni Ismanto, menurut hasil penyelidikan sementara pagar laut itu terbukti melanggar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Namun, untuk hasil lainnya masih dalam penyelidikan dan tak bisa diungkapkan ke hadapan publik.

“Karena ini proses penyelidikan, kita tidak bisa buka semuanya. Di proses penyelidikan itu ada yang sifatnya yang memang bisa dibuka, tapi karena ini bagian dari tahapan penegakan aturan, jadi ada step-stepnya," ujarnya.

"Jadi kalau ada step-stepnya kita belum bisa buka. Jadi bersabar dulu sesuai dengan batas waktu yang sudah disebutkan oleh Pak Dirjen Ipung, yaitu 20 hari,” katanya.

Ia juga mengungkapkan KKP hingga kini belum mengetahui siapa pemilik di balik pagar laut itu. “Sampai sekarang pemiliknya belum ada yang datang, kita tidak tahu. Jadi kita menerka-nerka saja. Yang ada kan di media semua nih omongannya. Kita sampai sekarang belum ada yang mau datang, ngaku,” katanya.

Disinggung soal pernyataan nelayan yang menyebutkan jika pagar laut sebenarnya untuk pemetaan, dia enggan menanggapi hal itu. “Kalau ke kita belum ada kabar. Jadi kita tahu dari media, kalau katanya-katanya (pagar laut untuk pemetaan) saya tidak mau menanggapi lah,” katanya.

“Kalau memang ada yang merasa pemilik, datang urus izin. Nanti kita cek semuanya, benar atau tidak. Tapi kalau cuma katanya-katanya, saya tidak mau menanggapi,” katanya.



sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler