Jadi 'Pengacara' Gadungan, Masuk ke Sel Tommy Soeharto
Elza Syarief keluarkan Tommy dari Lapas Cipinang bertemu Soeharto di Jalan Cendana.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika
Pertengahan Maret 2002, kesehatan Presiden ke-2 RI Soeharto memburuk. Kabar itu dikemukakan Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek, putri bungsu Soeharto.
Soeharto mengalami pendarahan dan harus diinfus. Dokter kepresidenan yang merawatnya mengatakan, "Kondisi Pak Harto kritis. Dokter memberikan transfusi darah."
Berita itu menjadi perhatian masyarakat. Rapat redaksi di Media Indonesia dan Metro TV memutuskan membuat tim liputan khusus untuk memantau kondisi Soeharto di kediaman, Jalan Cendana, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Di luar tim yang sudah ditentukan, saya minta izin bergerak sendirian. Saat ditanya bagaimana caranya? Saya jawab, sangat tergantung situasi di lapangan. Saya akan kabari manuver di lapangan melalui investigative reporting.
Saya melihat celah hasil rapat yang masih kurang detail. Di situ peluang saya untuk bisa masuk ke lingkungan keluarga Soeharto di Jalan Cendana. Saya minta waktu dua hari untuk bisa masuk ke lingkaran inti keluarga Presiden Soeharto.
Saya putuskan untuk masuk melalui pengacara keluarga Soeharto. Ada beberapa pengacara, seperti Muhammad Assegaf, Juan Felix Tampubolon, Elza Syarief dan Nudirman Munir. Saya hanya mengenal Muhammad Assegaf dan Elza Syarief.
Saat liputan hukum, saya beberapa kali mewawancarai keduanya di kantornya. Untuk kasus-kasus yang terkait dengan pers, Assegaf kerap menanyakan pendapat saya. Ia sibuk sekali.
Beberapa kali dia diminta untuk menuliskan sambutan di sejumlah buku biografi tokoh nasional, dia tidak sempat. Biasanya dia menghubungi saya. Maka saya yang buatkan tulisannya dan dapat honor lumayan. Halal.
Kali ini, saya putuskan untuk masuk melalui jalur Elza Syarif. Perempuan pengacara ini supel, lincah, cerdas, berani, dan banyak akal. Saya justru lebih kenal dengan suaminya, Laksamana Muda TNI Yuswaji. Pernah menjadi Asisten Intel di Mabes TNI, serta Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan. Kenal saat Yuswaji menjadi Kepala Biro Humas.
Usai rapat siang hari, saya langsung menuju kantor Elza Syarif di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Saya sudah kenal cukup baik dengan pengacara yang banyak menangani public figure ini, baik pejabat, selebritas, dan tentu saja keluarga Soeharto.
Saya memanggilnya, kakak. Dia memanggilnya saya, adik. Hari itu saya langsung ngobrol mengenai kondisi kesehatan Pak Harto yang kritis. Saya langsung tembak ke sasaran. Bagaimana kondisi Mas Tommy Soeharto di penjara Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang? Kapan mau jenguk Tommy? Apakah Tommy boleh izin keluar dari penjara untuk jenguk Pak Harto?
Di situ, sambil corat-coret apa yang hendak dikerjakan, Elza menjawab. Ia akan menjenguk Tommy, esok hari. Tentu harus dapat izin dari Lapas Cipinang, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, serta Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Di situ saya sampaikan maksud. Saya izin untuk bisa mendampinginya masuk ke Lapas Cipinang jenguk Tommy Soeharto. "Sebagai apa?" tanya Elza.
"Sebagai bagian dari tim pengacara, Kakak."
"Nanti kalau ketahuan sebagai wartawan, bagaimana?" tanya Elza lagi.
"Itu urusan mudah, Kakak. Saya akan tampil perlente seperti pengacara. Pakai jas dan berdasi. Kakak tinggal buat surat tugas saya sebagai tim kakak."
Hahahaha... Elza tertawa. Ia setuju dengan ide saya. Lalu minta sekretarisnya buatkan surat tugas satu paket ada nama Elza dan nama saya sebagai staf khusus. Surat itu jadi pegangan saya menyamar menjadi staf khusus pengacara kondang untuk masuk ke Lapas Cipinang.
Keesokan harinya, pagi hari saya sudah berada di kantor Elza Syarif. Tentu dengan dandanan agak perlente. Tak lupa menggunakan minyak rambut mengkilat. Wajah yang tak ganteng ini pun, coba dipaksa 'diganteng-gantengkan'. Hahahaha....Demi penyamaran untuk jumpa Tommy, 'Pangeran Cendana'.
Usai makan siang, kami meluncur ke Lapas Cipinang. Saya duduk di bangku tengah dengan Elza. Sekretarisnya duduk di depan bersama sopirnya. Dengan penampilan meyakinkan saya bisa masuk ke dalam lapas.
Tanpa ada pertanyaan sama sekali. Mereka sudah tahu, Elza Syarif pengacara Tommy untuk kasus tukar guling Goro dan Bulog serta pembunuhan hakim agung Syaifuddin Kartasasmita. Saya pun bisa masuk ke sel Tommy dan mendengarkan percakapan Elza dan Tommy.
Ada satu pesan Tommy. "Jangan sampai ada wartawan yang tahu proses dirinya mengunjungi Pak Harto ke Cendana."
Permintaan yang mendebarkan, karena saya wartawan yang menyamar dan masuk ke selnya. Elza pun mengedipkan mata kanannya ke saya. Tentu ini kode. "Iya, Mas," jawab Elza kepada Tommy.
Tommy belum bisa keluar lapas ada kendala di luar dugaan. Sebab ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro tidak ada di tempat. Kini Andi Samsan Nganro adalah ketua muda Mahkamah Agung Bidang Pengawasan.
Elza mengontak Andi Samsan Nganro. Ternyata dia ada di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten. Hendak terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia. Hanya tinggal satu jam lagi, pesawat akan terbang.
Elza membujuknya agar bersedia membatalkan perjalanan ke Kuala Lumpur. Semua kerugian akan diganti. Termasuk dicarikan tiket baru untuk penggantinya. Akhirnya Andi Samsan Nganro setuju. Ia pun meninggalkan bandara menuju satu titik perjanjian yang telah disepakati.
Jadi kami melambung terlebih dahulu ke satu titik. Elza sepertinya sudah lupa kalau saya wartawan yang sedang investigative reporting. Dia merasa nyaman saya sebagai staf khususnya yang juga memberikan saran-saran untuk mengatasi deadlock.
"Kamu banyak akal juga ya..." ujar Elza, sambil tertawa. Saya tidak ceritakan ide-ide yang saya sampaikan ke Elza pada tulisan ini. Hahaha.
Setelah semua izin dipegang, barulah Elza kembali kontak Lapas Cipinang untuk mengeluarkan Tommy. Ada tim yang membawa surat-surat kelengkapan.
Tommy pun meluncur menuju Jalan Cendana dari Lapas Cipinang. Kami pun meluncur juga dari arah Jakarta Barat. Saya mendampingi Elza masuk ke kediaman penguasa Orde Baru selama 32 tahun itu.
Saya melihat semua anak Pak Harto hadir. Saya duduk di ruang tamu utama.
Sementara di luar, wartawan-wartawan siaga untuk meliput. Mereka tidak tahu ada wartawan menyamar menjadi tim pengacara sudah berhasil mewawancarai Mbak Tutut, Mbak Mamik, dan Mas Tommy.
Senyum kemenangan. Berita eksklusif saya kirim ke Media Indonesia lewat telepon. Metro TV mengontak saya, live report dari Jalan Cendana. Selamat Ginting melaporkan dari kediaman mantan Presiden Soeharto.