DPR Setujui Tiga Anggota Dewan Pengawas SWF

Tiga anggota Dewan Pengawas SWF ini berasal dari kalangan profesional.

Tim Infografis Republika.co.id
Lembaga pengelola investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).
Rep: Sapto Andika Candra Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menerima surat DPR RI terkait Penyampaian Calon Anggota Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi (Dewas LPI) dari unsur profesional. LPI sendiri merupakan penyebutan resmi terhadap Sovereign Wealth Fund (SWF), lembaga yang akan mengelola dana investasi. Di Indonesia, LPI ini berjuluk Indonesia Investment Authority (INA). 

Baca Juga


Dikutip dari siaran pers Sekretariat Negara, surat yang ditujukan kepada Presiden Jokoi Widodo (Jokowi) tersebut disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar kepada Mensesneg di Kementerian Sekretariat Negara, Jumat (22/1) pagi. 

Dalam dokumen tersebut dijabarkan, Ketua DPR Puan Maharani menyebutkan bahwa DPR RI dapat menyetujui nama-nama calon Anggota Dewas LPI dari unsur profesional yaitu Darwin Cyril Noerhadi, Yozua Makes, dan Haryanto Sahari.

 Berdasarkan persetujuan DPR RI tersebut, selanjutnya akan ditetapkan Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Dewas LPI yang keanggotaannya terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan unsur profesional.    

Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat menyampaikan optimismenya akan ada aliran dana masuk sampai 20 miliar dolar AS setelah SWF beroperasi dalam waktu dekat. Angka tersebut diyakini bisa terhimpun dalam kurun waktu 1-2 bulan setelah INA diresmikan Januari 2021 ini. 

"Saya tadi berbisik ke bu Menkeu, awal ini mungkin 1-2 bulan ini target yang masuk ke SWF kita berapa? Dijawab Bu Menkeu ya kira-kira 20 miliar dolar AS. Duit yang gedhe banget," ujar Presiden Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021, Jumat (15/1). 

 

Inflow yang masuk sebesar itu pun, ujar presiden, masih ditambah setoran modal awal pemerintah sebesar Rp 15 triliun dari APBN dan Rp 50 triliun dari saham BUMN. INA, ujar Jokowi, diharapkan mampu menangkap peluang investasi dan solusi alternatif bagi pembiayaan pembangunan ke depan. 

Dalam rapat terbatas awal Januari ini Presiden Jokowi sempat mengakui adanya lonjakan rasio utang pemerintah terhadap angka produk domestik bruto (PDB) nasional. Kondisi ini didorong oleh kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin tinggi, sementara kapasitas anggaran pemerintah terbatas. 

"Sehingga terdapat kesenjangan antara kemampuan pendanaan domestik dan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan nasional," ujar Presiden.

Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah hingga November 2020 sebesar Rp 5.910,64 triliun atau 38,13 persen dari PDB. Kendati angka tersebut masih di bawah 'batas aman' 60 persen yang ditetapkan UU nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara, namun tren kenaikannya tetap perlu diwaspadai. 

Kemenkeu juga memproyeksikan rasio utang pemerintah akan terus menanjak sampai setidaknya 40 persen terhadap PDB pada 2024 mendatang. Kondisi ini dipengaruhi upaya pemerintah untuk menangani Covid-19 dan memulihkan ekonomi nasional melalui sejumlah program perlindungan sosial. 

Sebagai solusi terhadap terbatasnya kapasitas APBN untuk membiayai pembangunan, Jokowi melanjutkan, pemerintah meluncurkan lembaga pengelola investasi (LPI) atau yang selama ini populer disebut sovereign wealth fund (SWF), berjuluk Indonesia Investment Authority (INA).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler