Kementan Usul Kedelai Masuk Kelompok Bahan Pangan Strategis

Terdapat 11 pangan strategis menjadi fokus pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan

Antara/Ari Bowo Sucipto
Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan agar komoditas kedelai menjadi bagian dari kelompok bahan pangan strategis yang diprioritaskan.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan agar komoditas kedelai menjadi bagian dari kelompok bahan pangan strategis yang diprioritaskan. Usulan itu menjadi salah satu dari rencana permanen pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.

Saat ini, terdapat 11 pangan strategis yang menjadi fokus pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan. Di antaranya yakni beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng.'

"Menjadikan kedelai bagian dari 12 pangan strategis dan memaksimalkan pasokan kedelai lokal, sisanya dari impor," kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Senin (25/1).

Ia mengatakan, rencana permanen lainnya yakni dilanjutkan dengan mendorong hilirisasi kedelai. Itu diperkuat dengan kebijakan pengendalian impor kedelai, dari semula non larangan terbatas (lartas) menjadi komoditas lartas.

Importir, kata Syahrul, juga akan diwajibkan untuk mau menyerap kedelai lokal produksi petani. Tentunya dengan keberlanjutan jaminan pasar dan kepastian harga.

Lebih lanjut, ia mengatakan, Kementan juga telah menetapkan rencana kerja dalam 200 hari dalam upaya meningkatkan produksi kedelai. Kementan menargetkan terdapat penanaman kedelai dengan total luasan 325 ribu hektare (ha).

Lebih rinci yakni 50 ribu ha di Sulawesi Barat, 30 ribu ha di Sulawesi Utara, 20 ribu ha di Sulawesi Selatan, 54 ribu ha di Jawa Tengah, 40 ribu ha di Jawa Barat, 40 ribu ha di Jawa Timur, 20 ribu ha di NTB, 10 ribu ha di Kalimantan Selatan, 15 ribu ha di Lampung, 16 ribu ha di Jambi, 10 ribu ha di Banten, serta 20 ribu ha di Aceh.

Adapun rata-rata produktivitas diharapkan naik menjadi 2 ton per ha dari saat ini 1,5 ton per ha. Dari penanaman itu, diproyeksikan akan mulai berproduksi pada bulan Juli-September 2021 dengan perkiraan sebanyak 500 ribu ton. Target tersebut naik hampir dua kali lipat dari realisasi produksi kedelai 2020 yang hanya 296,9 ribu ton.

"Produksi akan diserap oleh Gakoptindo (Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) dan pengrajin," ujarnya.

Adapun anggaran yang disiapkan untuk meningkatkan produksi kedelai yakni Rp 180 miliar dari APBN, Rp 480 miliar dari Anggaran Biaya Tambah (ABT), Kredit Usaha Rakyat Rp 3,25 triliun, serta investor sekitar Rp 3,6 triliun.

Baca Juga


Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, dimasukkannya kedelai sebagai kelompok bahan pangan strategis cukup baik. Sebab, pemerintah akan mempunyai perhatian lebih dalam pengembangan kedelai meski semua komoditas pangan peting untuk dijaga.

"Bagus-bagus saja. Walaupun kedelai tidak berpengaruh besar terhadap inflasi, tapi dia ada peran besar dalam konsumsi publik, tahu dan tempe," kata Said.

Adapun soal produksi, ia menilai berapapun target yang dibuat pemerintah harus disertai dengan perencanaan matang pascapanen. Di satu sisi perlu ada kebijakan harga agar harga kedelai impor dan jauh tidak terpaut jauh.

Ia mendukung jika pemerintah berkomitmen untuk menaikkan produksi kedelai. Namun, ketersediaan lahan hingga kelompok petani yang menanam harus dapat dengan jelas terdata agar hasil dari penanaman dapat dipertanggungjaabkan.

Said menyinggung soal program upaya khusus kedelai yang pernah diterapkan pemerintah periode sebelumnya. Ia mencontohkan seperti kasus di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, di mana petani kebingungan dalam menjual hasil panen setelah mengikuti program pemerintah.

"Itu kan penyakit klasik. Ada yang tujuan sama tapi caranya beda-beda, ada juga yang caranya sama, tujuan beda. Pemerintah kita seperti itu," katanya.

Said pun menekankan para pengrajin tahu dan tempe harus dikawal pemerintah agar mau menggunakan kedelai lokal. Seharusnya, kata Said, masalah kualitas tak menjadi masalah bagi pengrajin. "Tahu dan tempe sudah ada dari dulu, dan kita pakai kedelai lokal saat swasembada, tidak ada masalah tuh," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler